Rabu, 22 Mei 2013

central intelligence agency (tesis)

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Sejak lahirnya Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, negara yang sudah merdeka ini tidak berarti bebas dari semua permasalahan, satu sisi negara ini bebas dari genggaman penjajah yaitu Belanda maupun Jepang, namun disisi lain permasalahan dari dalam terus silih berganti, hal ini bisa kita lihat dari sejarah, perebutan kekuasaan, perebutan pengaruh, ramainya partai politik yang ingin berkuasa dan belum stabilnya perekonomian, semua ini menunjukkan bangsa ini senantiasa diwarnai oleh konflik sosial dan politik yang tajam mencapai puncaknya pada peristiwa pemberontakan atau kudeta.
Penjelasan sejarah bangsa Indonesia merupakan satu kejadian yang cukup rumit sekali, baik sebelum merdeka maupun setelah merdeka. Pada dasarnya permasalahan yang ada di saat setelah merdeka tidak lepas dari tangan penjajah sebelumnya, tidak mustahil kekuatan yang ditanam tiga ratus tahun lebih akan hilang begitu saja.
Perebutan kekuasaan yang dilatarbelakangi oleh bermacam masalah menurut para pemimpin bangsa ini berfikir dan membuat strategi yang matang, karena permasalahan datang dari dalam dan luar, misalnya saja usaha penggulingan pucuk pimpinan republik Indonesia adalah peran serta CIA yang sangat kuat dengan dalih penumpasan paham komunis.
Empat unsur yang berusaha menggulingkan Soekarno yaitu :
1.      Peranan CIA dalam usahanya CIA menerapkan berbagai trik untuk mensukseskan adanya peristiwa besar yaitu menggulingkan Soekarno dengan dalih menghapuskan Komunis.
2.      Kekuatan golongan yang anti komunis, golongan ini sebagian besar menganggap Soekarno itu adalah komunis sehingga usaha mereka adalah menggulingkan Soekarno.
3.      Antek-antek dari pejabat sendiri tidak sedikit diantara orang dalam yang membelot dan ingin menjatuhkan pemimpinannya sendiri
4.      Mobilisasi mahasiswa, seperti sudah menjadi alat yang paling ampuh dalam menggulingkan pemimpin melalui mobilisasi mahasiswa.
Unsur-unsur ini seakan terkoordinir rapi dan tidak terkesan bersatu sehingga berhasil menciptakan satu peristiwa besar yaitu G 30 S (Gerakan Tiga Puluh September), dan diiringi dengan tumbangnya Soekarno, ini terjadi sangat halus dan licin sehingga tidak mampu memberikan kesaksian yang tepat 100% bahwa Soekarno adalah akibat kudeta.
B.  Pembatasan Masalah
Mengingat penelitian ini merupakan masalah yang cukup komplek, terutama dalam kancah perpolitikan di negeri ini dalam kurun waktu Pasca proklamasi, maka membatasi fokus permasalahannya. Central Intelligence Agency (CIA) .
C.  Perumusan Masalah
1.      Bagaimana keadaan Indonesia pada masa Orde Lama 1959-1965
2.      Apakah peranan CIA dalam dunia internasional dan bagaimana Peranan CIA pada masa Orde Lama
3.      Bagaimana peranan Amerika Serikat dalam penggulingan Soekarno
D.  Tujuan Penelitian
1.      Untuk menganalisis kondisi Indonesia pada masa Orde Lama
2.      Untuk menganalisis peranan CIA dalam dunia internasional
3.      Untuk menganalisis peranan Amerika Serikat dalam menggulingkan Soekarno.
E.  Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan urutan langkah-langkah untuk melaksanakan penelitian berikut penjelasan tentang alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan langkah-langkah tersebut.
Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode dan teknik penulisannya tidak terlepas dari cara-cara menghimpun dan mengolah sumber-sumber atau bahan-bahan yang menjadi materi penulisan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Heuristik
Yaitu kegiatan menghimpun sumber-sumber sejarah yang berupa dokumen/ arsip , buku , majalah, surat kabar dan sebagainya. Dalam tahap ini mendapatkan sumber sejarah berupa buku-buku sejarah. Disamping itu penulis mencari informasi yang memiliki korelasi dengan topik penelitian yang diakses dari internet.
2.    Verifikasi
Yaitu tahapan metode yang dilakukan melalui penilaian terhadap sumber-sumber. Penelitian ini meliputi 2 aspek yaitu aspek ekstern dan intern.
a.       Ekstern yaitu mempersoalkan apakah sumber itu merupakan sumber sejati yang diperlukan.
b.      Intern yaitu mempersoalkan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang diperlukan.
Dari sumber yang ada dapat diperoleh sumber data primer atau sumber data utama berupa lima buah buku dan sepuluh buku penunjang.
3.    Interpretasi
Merupakan tahap penafsiran tehadap sumber-sumber yang telah dikritik, sehingga menjadi data-data yang di analisis dan akhirnya menghasilkan sintesis berupa fakta baru untuk selanjutnya akan dipaparkan pada fase berikutnya.
Dalam melakukan interpretasi ini, penulis memanfaatkan alat bantu berupa “Eksplorasi” dan “Hermeneutica” yaitu menelusuri sebab-sebab terjadinya peristiwa dan mencoba memahami suasana zaman ketika peristiwa itu terjadi.
4.    Historiografi
Face ini sangat penting dan sangat tepat digunakan dalam penelitian yang mencoba merekonstruksikan masa lampau secara sistematis dan obyektif dengan berpihak kepada bukti-bukti sejarah yang telah ditemukan, selanjutnya dipaparkan dalam bentuk hasil penelitian.
F.   Teknik Penelitian Data
Berkenaan dengan upaya pengumpulan data untuk memberi jaminan obyektivitas hasil penelitian, maka digunakan teknik dan alat pengumpulan data, dengan memperhatikan pendapatnya, Hara Nawawi (1998:94)”… Teknik dan alat pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan dicapainya pemecahan masalah secara valid dan realibel, yang ada gilirannya akan memungkinkan dirumuskannya generalisasi yang obyektif. Pada penelitian ini teknik penelitian berdasarkan kepada studi kepustakaan.
Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari sejumlah referansi kepustakaan sampai tahap menganalisis materi bacaan dalam kategori ilmu-ilmu sejarah dan ilmu-ilmu pendukung lainnya sesuai dengan bahasan pada materi penelitian.
G. Teknik Pencatatan Data
teknik pencatatan data yang dilakukan adalah :
1.      Membuat “catatan-catatan pinggir” (edge notes) bik yang bersifat komentar, pertanyaan, analisis, interprestasi, untuk mengidentifekasi masalah.
2.      Membuat ringkasan dan mengelompokan studi pustaka, agar diperoleh gambaran dan fokus kajian.
3.    Penyusun ringkasan dan pengelompokan di rancang untuk melakukan pengkajian.
H.  Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis teknik analisis data, yaitu deskripsi eksploratif dan deskripsi analisis. Deskripsi eksploratif digunakan dalam tahap pembacaan buku sejarah intensif untuk menjaring data yang dibutuhkan. Deskripsi analisis diterapkan guna mengkaji, mengekslisitkan , dan mensistematikan data yang telah dijaring.






BAB II
HASIL PENELITIAN
A.   Deskripsi Informasi Penelitian
1.      Keadaan Indonesia pada masa Orde  Lama (Demokrasi Terpimpin) 1959-1965
Tanggal 21 Februari 1957 di Istana negara, Bung Karni menguraikan apa yang dimaksud dengan “Konsepsi Presiden”, Beliau mengatakan, “untuk mengatasi kesukaran-kesukaran yang kita hadapi sampai pada waktu ini, perlu sekali sistem pemerintahan  yang berlaku sekarang dihapuskan dan diganti dengan suatu sistem yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Sebab demokrasi yang sampai kini kita anut, adalah demokrasi impor dari Barat, yang tidak cocok dengan jiwa bangsa kita.
Terutama tidak sesuai dengan kondisi sosial masyarakat kita, yang sifatnya masing majemuk. Tradisional, setengah feudal dan sebagian besar berpendidikan rendah, bahkan masih besar jumlah yang buta huruf. Oleh karena itu kita harus kembali kepada demokrasi Indonesia, yang berdasarkan azas gotong royong.
Tanggal 15 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang mendapat persetujuan dari rakyat khususnya dari Angkatan Bersenjata. Yang mentaati perintah harian dari KSAD. Dekrit presiden berisi kembalinya UUD 1945 dan pembubaran konstituante.
Akibat dari pergantian UUD, maka perlu disusun badan-badan baru yang sesuai dengan UUD 1945. Selanjutnya utusan-utusan daerah perlu ditetapkan sebagai anggota dari badan-badan baru tersebut yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, yang kedudukannya disesuaikan dengan baru dari pemerintahan dan dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. Majelis Permusyawaratan Rakyat dinamakan MPRS dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) menggantikan Dewan Nasional.
Untuk jelasnya sebagai akibat dari penggantian UUD tersebut, bahwa kabinet harus menyerahkan mandatnya untuk kemudian diganti dengan Kabinet yang hanya bertanggung jawab kepada Presiden sendiri, dalam hal ini semua kedudukan menteri-menteri, dalam sistem UUD 1945 itu menteri anggota kabinet hanya berkedudukan sebagai pembantu (Iwa Kusumasumantri, 1972:113).
Sebagai salah satu akibat lagi dari peristiwa kembali ke UUD 1945, Pemerintahan bersendikan UUD tersebut menggunakan sistem Demokrasi Terpimpin, dan akibatnya harus ada perubahan sistem kepartaian kearah penyederhanaan dalam sistem kepartaian, yang sebelumnya pada kabinet parlementer menganut multi partai. Dan setelah mengalami proses penyederhanaan, hanya 10 partai politik yang diakui (Iwa Kusumasumantri, 1972:117), yaitu :
1.    Nahdatul Ulama (NU)
2.    Partindo (partai Indonesia)
3.    PNI (Partai Nasional Indonesia)
4.    PKI (Partai Komunis Indonesia)
5.    Partai Murba
6.    PSII (Partai Serikat Islam Indonesia)
7.    Parkindo (Partai Kristen Indonesia)
8.    PKRI (Partai Katolik Republik Indonesia)
9.    IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia)
10.    Perti (Partai Tarbijatul Islamijah)
Dengan terhapusnya partai-partai/organisasi lain, maka lebih mudah lagi bagi pemerintah untuk mengetahui kehendak rakyat umum (yang belum anggota partai politik). Meskipun demikian penyederhanaan partai belum memuaskan, sehingga dibentuk dan disusun suatu badan yang dinamakan Front nasional yang anggota-anggotanya selain dari partai politik terdiri juga dari karyawan-karyawan (tentara), organisasi masa, buru, tani serta perorangan.
Pada tanggal 24 Maret 1960, para bekas anggota parlementer dari unsur PSI, Masyumi, Protestan , Protestan, Katholik, IPKI, PERTI dan NU mambuat Liga Demokrasi. Liga ini tak senang dengan langkah-langkah Bung karno yang melanggar prinsip-prinsip demokrasi parlementer.
Manipoli yang diucapkan Presiden Soekarno pada pidato kenegaraan 17 Agusttus 1959, memuat bagi bagian-bagian sebagai berikut,
Sejak tahun 1956 kita ingin memasuki dalam pembangunan semesta. Dan saudara-saudara telah sering dengar dari mulut saya, bahwa pembangunan semesta harus menyiapkan peralatan-peralatan terlebih dahulu. Mengadakan investment-investment labih dulu. Sejak 1956 mulailah periode investment. Dan sesudah itu investment selesai, mulailah pembangunan besar-besaran, kita akan mengalami masyarakat adil dan makmur .(Soegiarso, 1988:138).
Ini adalah strategi Manipoli, yang disyahkan oleh DPA dalam sidangnya yang ke II, tanggal 23-25 September 1959 sebagai “Haluan Negara”.
Tuntutan Nasakomisasi segala bidang dijadikan slogan oleh Bung karno. Berdasarkan Nasakom itu, menurut PKI, mereka berhak atas sepertiga kursi pemeintah dan Angkatan Bersenjata. Anehnya partai-partai lain menyetujui keinginan PKI. Pelaksanaanya diserahkan kepada Mandataris MPRS. Presiden Soekarno masih menunda pelaksanaannya. Dalam satu reshufle kabinet bulan Maret 1962 para ketua dan wakil ketua MPR dan DPR mendapatkan pangkat Menteri. Dengan demikian D.N. Aidit sebagai wakil ketua MPRS dan Mh. Lukman sebagai wakil ketua DPR-GR berpangkat menteri. Kemudian menyusul Njoto dan Oei Tjoe Tat diangkat masing-masing sebagai Menteri Negara. Juga para Panglima Angkatan adalah menteri ex-officio.
ABRI seperti dipecah-pecah untuk kepentingan politik. Masing-masing adalah Men/Panda, Men/Pangal, Men/Pangau dan Men/Pangak. Kekuasaan SOB berdasarkan UUD 1945 telah beralih ke tangan Presiden Soekarno. Kemudian Soekarno memusatkan wewenang dengan membentuk Kontrar, Koti, Peperti,Kotoe.lebih lanjut pada bulan Juni 1962 Presiden Soekarno mengambil alih komandi militer di tangannya.
Pada tanggal 17 Agustus 1962 Presiden Soekarno mengucapkan pidato kenegaraan yang berjudul “Tahun Kemenangan” (TAKEM). Dikatakan lebih lanjut “Revolusi adalah satu banjir yang mengalir, yang tidak diam, yang tidak beku. Selalu didalamnya ada saat menang, tetapi ada pula saat-saat babak belur. Politik yang dicanangkan Soekano adalah pengetrapan Marxisme di Indonesia, Implementasi dari teori Mrx. (Soegiarso Soerojo, 1988:143).
PKI makin berani melancarkan apa yang disebut “Ofensif Revolusioner” di segala bidang. Mengandalkan pada kemampuan ornas-ornas Onderbownnya yang terorganisasi dengan baik. Front Nasional makin banyak dimanfaatkan oleh orang-orang PKI.
Front Nasional mengendalikan aksi-aksi menggayang musuh-musuh revolusi dalam negeri, dan antek-antek nekolim. Kemunduran ekonomi Indonesia yang diakibatkan oleh konfrontasi menurut PKI disebabkan perbuatan kapitalis birokrat (kabir), pencoleng, dan koruptor. Dipolulerkan kemudian menjadi “tiga setan kota”. Ketahuan kemudian, bahwa yang dimaksud “tiga setan kota” adalah anggota-anggota TNI-AD yang dikaryakan di PN-PN. Para karyawan ini dituduh membentuk “dinasti ekonomi”.
Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno mengumumkan :Deklarasi Ekonomi” (Dekon), yaitu politik ekonomi sosialis. Pidato kenegaraan 17 Agustus 1963 makin hebat , dalam pidato yang berjudul “Genta Suara Revolusi” (Gesuri) itu Presiden Soekarno memperingatkan, “Tiada revolusi kalau ia tidak menjalankan konfrontasi terus menerus”. Presiden Soekarno meneruskan revolusi ada dua syarat yaitu :
1.    Confrontation de tous jours (konfrontasi terus menerus)
2.    Disiplin di bawah satu pimpinan (Gesuri)
Keberanian tokoh-tokoh PKI mengungkapkan kemauan kereka makin menjadi-jadi. Seakan-akan golongan lain sudah gampang didikte untuk mengikuti kemauan mereka. Di peking, pada 3 September 1963, D.N. Aidit berpidato “Program Partai Komunis menghendaki revolusi harus di tangan kaum pekerja dan tani, tetapi jangan mengharapkan bahwa soal kepemimpinan kaum pekerja dituliskan dalam Monipol”.
Menjelang tahun 1964 memang mulai kelihatan gejala PKI meningkatkan aksi-aksinya. Rupanya kegiatan itu merupakan trial of strength sebelum ditingkatkan menjadi lebih hebat. Rupanya PKI menghendaki pimpinan mutlak revolusi di tangannya.
Slogan persatuan NASAKOM akhirnya hanyalah kembang bibir belaka, PKI yang sering dipuji Bung Karno sebagai paling progresif revolusioner itu menarik partai-partai lain ke perubahan sikap revolusioner ala komunis. Kecam-kecam dalam lingkungan partai masing-masing terjadi kebanyakan oleh tokoh-tokoh yang mencari muka. Partindo getol mengancam PNI dengan peringantan ,”Marhaenisme yang dianut PNI adalah Ideologi kiri. Marhaenisme adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia. Kalau tidak progresif revolusioner jangan menyebut diri sebagai Marhaenis”. Kecaman ini, menurut Partindo, dilancarkan sebagai sesama partai yang menganut Marhaenisme.
Pada tanggal 29 Juni 1964, Ketua Umum PGRI Subisdinata membuat koferensi pers, menganjurkan agar rakyat waspada terhadap adanya usaha dari golongan tertentu (PKI) yang hendak memasukan moral Panca Cinta dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Rongrongan komunis di bidang pendidikan diteruskan dengan usul-usul retooling. Sumantri Hardjoprakoso dan Mustopo diserang GGMI. Utrech (komunis) dari UBRA membubarkan HMI di Malang, Yogyakarta, Jakarta dan lainnya. Hingga pada bulan September 1965 HMI benar-benar mau dibubarkan, untung PMII menyatakan solidaritasnya.
Dikalangan PB NU timbul kegelisahan. Ketua I PB NU Subchan ZE, marah karena ada usaha-usaha melenyapkan golongan agama. Pernyataan ini dikeluarkan berhubungan adanya peristiwa perlakuan tak wajar terhadap PMII dan HMI oleh unsur-unsur komunis di Bayuwangi.
Tanggal 26 Mei 1964, DN Aidit, “turba” (turun ke bawah) meriset desa yang meksudnya adalah meriset kekuatan massa di desa. Buktinya segera riset desa diusul dengan “Aksi sepihak” yang dilancarkan unsur-unsur BTI, Sarbupri, SOBSI , Pemuda Rakyat, PKI di Klaten untuk mengusir “7 setan desa dan 4 bukit setan “. Yang dimaksud “7 setan desa’ adalah : 1 . tuan tanah, 2. Lintah darat, 3. Tengkulak, 4. Tukang ijon, 5. Kapitalis briokrat, 6. Bandit desa, 7. Pengirim zakat. Yang dimaksud dengan “4 bukit setan” adalah :1. Imperialis, 2. Tuan tanah, 3. Kapitalis briokrat, dan 4 kapitalis komprador.
2.    Peranan CIA dalam Dunia Internasional
a.       CIA
Central Intelligence Agency (CIA), adalah pusat Intelegen Amerika yang melaksanakan tugasnya operasi intelejen luar negeri dan pengumpulan intelejen di luar negeri, tidak memiliki wewenang untuk beroperasi di dalam negeri atau melakukan penahanan.
Masuknya CIA ke Indonesia ada dua kepentingan, pertama adalah misi yang diberikan oleh Amerika Serikat untuk dunia dan kedua membantu negara-negara sekutu/ sahabat Amerika untuk membumi hanguskan faham komunis, baik secara langsung maupun tidak , dengan cara halus maupun dengan kasar.
Menurut Bob Woodward dengan lebih alih bahasa Irwan Saragih dan Boesoni Sondakh menyebutkan Konfedential adalah jenjang terendah klasifikasi dan terdiri dari bahan yang pengungkapannya kemungkinan besar membawa dampak buruk tertentu pada keamanan nasional. Dan informasi rahasia terdiri dari bahan yang pengungkapannya kemungkinan besar akan membawa dampak serius pada keamanan nasional. Serta informasi sangat rahasia (top secret) meliputi bahan yang pengungkapannya diperkirakan akan membawa dampak bagi keamanan nasional.
Sedangkan kontra intelejen kegiatan yang dirancang untuk meredam, merintangi atau berbalik memanfaatkan kegiatan dinas kegiatan intelejen asing, termasuk penyusupan dinas asing melalui “orang dalam “ atau age yang melaporkan kegiatan para agen dinas lawan.
Aksi terselubung kegiatan rahasia yang dirancang untuk mempengaruhi peristiwa di negara asing tanpa menyingkapkan peranan Amerika Serikat atau pun CIA, aksi dapat berkibar dari penyebaran propaganda jenjang rendah sampai ke upaya penggulingan sebuah pemerintah yang dianggap tidak bersahabat.
b.      Misi CIA dan Amerika
Pada peristiwa secara tidak langsung Amerika dengan tangan CIA, bahwa Amerika tidak berkeinginan Indonesia bersatu dan maju, pernyataan lebih lanjut terungkap pada tahun 1953, John Foster Dulles mengatakan kepada Duta Besar Amerika Serikat yang baru untuk Indonesia. Hugh S. Cumming Jr, “Janganlah mengikutkan diri anda dengan suatu kebijakan yang bersifat melestarikan persatuan Indonesia… pelestarian Univikasi (persatuan) dari suatu negara dapat menimbulkan budaya, dan saya (JF, Dulles) menunjuk pada Cina…”kata Peter Scot dalam bukunya Peran CIA dalam Penggulingan Soekarno (1999:23)”.
Campur tangan Amerika yang merasa menjadi Superhero tidak hanya di Indonesia, tapi di beberapa negara-negara lain di dunia. Berikut ini adalah campur tangan Amerika terhadap Negara-negara di dunia :
1)      Perang dunia pertama (1917-1918) Tentara laut dan darat dihantur ke Eropa untuk menentang kuasa Axiz.
2)      Rusia (1918-22) Tentara laut dan pasukan tentera dihantar ke timur Rusia selepas revolusi Bolsheveik, Tentera darat membuat lima pendaratan.
3)      Turki (1922) : Tentara menentang nesionalis di Smyrna.
4)      China (1922-27) Tentara laut dan darat berpecah semasa pemberontakan nasionalis.
5)      China (1927-34) Tentara marin dihantarkan masuk dan bertapak selama 7 tahun di seluruh China.
6)      Perang Dunia ke-2 (1941-45): Tentara telah menentang kuasa Axis (jepun, jerman dan Itali).
7)      Yugoslavia (1946) Tentara laut berpecah meninggalkan pesisiran pantai Yugoslavia sebagai tindak balas ke atas kejatuhan pesawat juang US.
8)      Uruguay (1947) Pasukan pengebom telah bertindak untuk menunjukkan kekuasaan tentara US.
9)      Jerman (1948) Tentera dibubarkan sebagai tindak bebas keatas sekatan Berlin, pengangkutan udara Berlin digantung selama 444 hari.
10)  Filipina (1948-54) CIA mengarahkan satu perang saudara menentang pemberontakan kemerdekaan di Filipina.
11)  Perang Korea (1951-53) Tentara US masuk kancah peperangan tersebut.
12)  Iran (1953) CIA telah mengatur rancangan untuk menjatuhkan pemerintah yang dilantik secara Demokrasi, Mossadegh dan meletakkan Shah dalam kekuasaan (boneka).
13)  Vietnam (1954) US telah menawarkan senjata api kepada Perancis dalam peperangan menentang Ho Chi Minh dan Viet Minh.
14)  Guetemala (1954) CIA mengguling pemerintahan Arbenz yang dilantik secara Demokrasi dan meletakkan Kolonel Arnas dalam kekuasaannya.
15)  Mesir (1956) US Marin bertindak untuk memindahkan orang asing selepas Nasser menasionalisasikan Terusan Suez.
16)  Cuba (1961) Pencerobohan Bay of Pigh yang diarahkan oleh CIA gagal untuk menggulingkan kerajaan Castro.
17)  Cuba (1962): US Marin mengkuarantin Cuba semasa krisis Peluru Berpandu Cuba.
18)  Panama (1964) : Pembunuhan orang Panama semasa memprotes kehadiran Amerika Syarikat di Zon Terusan.
19)  Indonesia (1965) : CIA telah mengatur satu rampasan kuasa ketenteraan.
20)  Republik Dominican (1965-66) : Campur tangan US dalam pilihan raya disana.
21)  Chile (1973) : CIA mengaturkan rampasan kuasa dan membunuh Presiden Allenda yang dipilih secara Demokrasi.
22)  Angola (1976-1992) : Menyokong pemberontak menentang Marxist Angola.
23)  Libya (1981): US menembak jatuh 2 pesawat Libya.
24)  Iran (1987-1989): US masuk campur dengan berpihak kepada Iraq semasa perang Iran-Iraq.
25)  Arab Saudi (1990-1991): US masuk campur dengan berpihak kepada Arab Saudi ketika peperangannya menentang Iraq.
26)  Kuwait (1991): Perang Teluk pertama, US dihantar ke Kuwait untuk menggulingkan Saddam Husein (Iraq).
27)  Somalia (1992-1994): US menakluki Somalia semasa perang saudara.
28)  BOSNIA (1993-1994): Jet Tentera US telah mengebom “No Fly Zone” semasa peperangan saudara di Yugoslavia.
29)  Sudan (1998): Peluru Berpandu US menembak komplek farmasi yang dituduh disitu ada komponen gas saraf.
30)  Afganistan (1998): Peluru Pandu US jatuh keatas kem orang Afganistan yang dituduh adanya aktiviti latihan pengganas.
31)  Iraq (1998-1999): Perang Teluk ke-3, peluru pandu dijatuhkan dibandar Iraq selama 4 hari. Menguatkuasakan “No Fly Zone”.
32)  Yugoslavia (1999): US lakukan pengebom dalam 11 minggu untuk menentang Milosevic.
3.    Peranan CIA pada masa Orde Lama
a.       Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno
Penggulingan yang dilakukan oleh lawan-lawan politiknya Soekarno sangat halus, bahkan dukungan Amerika Serikat sekalipun dengan memakai kedok pemberantasan komunis di Asia, termasuk misinya untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno yang di isukan berkiblat Komunis.
Peter Dele Scot, mengatakan bahwa banyak pejabat politik anti di Washington, terutama dalam Direktorat Perencanaan CIA, sudah lama berkeyakinan politik anti komunis mengharuskan disingkirkannya Soekarno maupun PKI, (memo CIA tanggal 27 Maret 1961. Lampiran A, hl. 8 Indonesia, 22 Oktober 1976), selanjutnya Peter dele Scott menambahkan bahwa “setelah Lyndon Johson menjadi presiden Amerika, boleh dikatakan segera terjadi perubahan politik yang lenih anti Soekarno, ini jelas dari keputusan Johson di bulan Desember 1964 untuk menghentikan bantuan ekonomi”. (Peter Dele Scot 1999:58).
Secara psikologis bangsa Indonesia merasa dijajah dan dikucilkan oleh negara maju semacam Amerika tersebut, satu sisi CIA masuk ikut campur dalam pergolakan politik dalam negeri dan disisi lain dari luar dihentikannya bantuan dari Amerika.
b.      Amerika Serikat dan Misi Angkatan Darat Indonesia.
Kehadiran para intelejen Amerika dalam CIA sangat bagus sekali kerja samanya dengan AD Indonesia saat itu. Peta perpolitikan di Indonesia semakin tidak menentu, karena peran militer ikut campur dalam pergolakan politik, bahkan AD mengijinkan adanya latihan tentara Amerika di dalam negeri Indonesia, dan ini salah satu cara untuk meningkatkan pengaruh AS. Sebagai contoh program politik khusus yang mendukung pemberontakan regional itu secara resmi telah di setujui di Washington DC pada bulan November 1957, akan tetapi para perwira dan agen telah melakukan kegiatan dikalangan kaum pembangkang jauh sebelumnya.
Keputusan nasional Security Countil (NCS) AS 171 pada tahun 1953 mempertimbangkan latihan militer sebagai suatu cara untuk meningkatkan pengaruh AS. Usaha-usaha utama CIA ditunjukan kepada partai-partai perihal politik berhaluan kanan (kaum moderat yang ada disebelah kanan) sebagaimana NCS 171 menyebut mereka khususnya Masyumi dan PSI, jutaan dolar telah diberikan CIA kepada Masyumi dan PSI , Scott (1999:34).
Pada tahun 1957-58 menginfiltrasikan senjata dan personel untuk mendukung pemberontakan PBRI / Permesta melawan pemerintahan Soekarno. Scott (1999:36).
c.       Langkah-langkah AS menghadapi Soekarno
Setelah gagalnya pemberontakan-pemberontakan yang disponsori CIA, Amerika Serikat mulai melaksanakan suatu program bantuan militer kepada Indonesia hingga mencapai US$ 20 juta setahun. Seorang veteran CIA menyatakan bahwa motif CIA dalam mendukung pemberontakan tahun 1958 bersifat untuk menekan Soekarno dari pada untuk menggulingkannya, yaitu memandang kaki Soekarno di atas api .17 sebagaimana diungkap Scott (1999) anggota CIA Frank Wisner menyatakan secara lebih khusus lagi untuk meningkatkan ketergantungan Soekarno pada Angkatan Darat dibawah A.H. Nasution yang anti komunis. Selain Dubes Amerika di jakarta, Allison , telah menganjurkan kepada pemerintah Amerika Serikat agar memikat Soekarno dengan jalan menekan Belanda supaya merundingkan soal Papua Barat. Amerika juga mulai mendukung Indonesia di PBB. PBB mulai mengenal penyelesaian krisis Papua Barat dengan damai Bulan November 1959. Tahun 1961telah dibentuk Komando Operasi Tertinggi (Koti) untuk membebaskan Papua Barat. 18 akhir tahun 1961 tertadi krisis ekonomi dan Indonesia terperosok ke dalam hiper inflasi. Bulan November tahun 1962, IMF datang ke Jakarta untuk membahas usaha-usaha perbaikan  ekonomi. Sesudah tahun 1962 , ketika pemerintahan Kennedy, Amerika membantu TNI Angkatan Darat Indonesia dalam mengembangkan program misi civic-nya. 19 tahun 1963, beberapa kebijakan Soekarno membuat rakyat semakin menderita dan hal ini menimbulkan protes, semisal pengurangan anggaran belanja, termasuk untuk militer. Peran CIA dalam G 30 S/PKI untuk menekan Soekarno. Scott (1999) memaparkan bahwa sebelum terjadi peristiwa G 30 S/PKI telah ada kunjungan ke Washington yang dilakukan untuk kepentingan Soeharto. Dalam minggu-minggu menjelang coup, CIA telah ambil bagian dan aktif dalam menggoyahkan perekonomian Indonesia. Sekitar tanggal 30 Juni hingga 1 Oktober , harga beras meningkat empat kali lipat dan nilai dolar di pasar gelap membumbung tinggi. Bantuan ekonomi secara berangsur-angsur diberikan kepada Indonesia antara tahun 1962-1965 yang diberengi dengan suatu kenaikan bantuan militer kepada Angkatan Darat Indonesia. Nilai bantuan untuk Angkatan Darat tahun 1962-1965 sebeanyak US$ 39,5 juta. Padahal ,selama tahun 1949-1961, bantuan untuk militer Indonesia hanya sebesar US$ 28,3 juta. Yang tidak kalah menarik, sebelum terjadi Gestapu 30 September / 1 Oktober 1965 telah ada pertemuan antara pejabat Indonesia dengan pengusaha Amerika mengenai adanya kandungan tembaga bernilai US$ 500 juta di Papua Barat. Hal ini diungkapkan Scoot setelah memperoleh salinan sebuah telegram rahasia tertanggal 15 April 1965. Telegram rahasia itu menjelaskan tentang Freeport Sulphur menjelang April 1965 telah mencapai suatu pendahuluan dengan para pejabat Indonesia mengenai apa yang nantinya akan menjadi suatu investasi sebesar US$ 500 juta di bidang pertambangan tembaga di Papua Barat. 21. Munculnya kolonel pembangkang di daerah dua tahun setelah Pemilu, yang melahirkan PRRI/Permesta memberi kesempatan kedua bagi CIA. Tapi, CIA segera angkat kaki ketika pesawat Pope tertembak di perairan Ambon. Ini juga melengkapi kegagalan PRRI di Sumatera . Soekarno bergeming dan PKI makin lengket pada kekuasaan presiden. Namun, masih ada sebuah selah : sejumlah perwira TNI yang anti komunis adalah kawan dekat Amerika. Perkiraan mengenai jumlah orang yang tewas sebgai akibat operasi CIA di Indonseia ini berkisar setengah juta orang (Scott, 1999). Amerika Serikat dan Konflik Indonesia-Belanda Belanda. Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat berusaha keras menguasi Asia Tenggara sehabis perang.
Dunia kedua, tapi kebangkitan kekuatan rakyat, dan munculnya partai-partai Komunis Indonesia, Malaya, Birma, Indonesia dan Filipina merupakan tantangan yang berbahaya bagi kekuasaan pembela kolonialisme.
Amerika dengan tegas menempuh politik “the policy of containment” politik pembendungan komunisme. Yang sesuai Perang Dunia Kedua diprakarssai oleh Truman (Amerika Serikat) dan Churchill (Inggris).
Di Asia mula-mula Amerika Serikat mengambil sikap bekerjasama dan membantu Belanda, Perancis dan Ingris untuk mempertahankan kolonialisme, dan mencegah munculnya pemerintah nasional di negeri-negeri bekas jajahan. Pemerintah-pemerintah nasional yang muncul dari perlawanan melawan kolonialisme, tentu saja menempuh politik anti-kolonialisme. Ini memberi jalan bagi meluasnya pengaruh komunisme. Amerika Serikat tak mengingini hal ini.
Peranan Amerika Serikat dalam pertarungan politik di Indonesia menjadi meningkat. Yaitu dalam menghadapi konflik bersenjata Indonesia melawan Belanda yang segera terjadi semenjak tahun-tahun pertama revolusi Agustus 1945. Dalam koflik ini sikap Amerika Serikat sangat jelas memihak dan membantu Belanda.
Amerika Serikat juga memberi bantuan keuangan untuk berlangsungnya usaha Belanda menguasai kembali Indonesia. Sebuah laporan CIA tanggal 14 November 1947 menyatakan ; “Di Indonesia dan Indocina penduduk setempat sudah meraba, bahwa usaha-usaha Perancis dan Belanda untuk kembali berkuasa berlangsung dengan bantuan Amerika Serikat. Keresahan penduduk menjadi bertambah dengan meningkatnya kemampuan Perancis dan Belanda di Asia Tenggara berkat pelaksaan bantuan Rencana Marshall.
Pada akhir 1947, ketika perekonomian Belanda dan Perancis mulai pulih, pengaruh komunis di kedua negeri itu mulai menurun. Tapi sementara waktu itu, kaum komunis tampak akan mencapai kemenangan di Tiongkok. Menghadapi perkembangan seperti ini Amerika Serikat menjadi kian khawatir akan semakin meluasnya pengaruh komunisme di Asia. Tidak ada Jepang, tetapi juga di daerah-daerah pemberontakan anti-kolonialis- terutama di Indonesia dan Vietnam. Maka pemerintah Truman ketika itu mendukung kembalinya kekuasaan kolonial, demi untuk menangkal meluasnya komunisme. Dengan membantu kaum kolonial Belanda dan Perancis, politik Amerika Serikat mempunyai harapan supaya kedua kekuasaan kolonial ini bisa menangkal perkembangan pengaruh komunisme. Politik AS yang demikian ini segera berubah, setelah melihat adanya kemungkinan terbentuknya pemerintahan nasional yang anti-komunis di Indonesia dan Vietnam. Di Vietnam, Amerika Serikat tampil menjadi pendukung Pemerintah Vietnam Selatan yang Korup. Amerika Serikat juga sudah memperhitungkan, bahwa Belanda tak akan berhasil menundukkan perlawanan anti-kolonial rakyat Indonesia. Bagi Amerika Serikat yang penting ialah membantu lahirnya pemerintah yang anti-komunis. Dengan demikian “the policy of containment” akan bisa dilaksanakan dengan menggunakan kekuatan dalam negeri yang bersangkutan. Kaum komunis Vietnam dihadapkan pada kekuatan anti-komunis Vietnam sendiri. Demikian pula halnya di Indonesia.
Secara garis besar, langkah CIA dalam penggulingan sebagai berikut :
1)   Program bantuan militer, persenjataan dan peralatan perang.
2)   Untuk menekan Soekarno, mambantu dukungan terhadap Belanda dan Perancis di Indonesia.
3)   Program misi civic-nya.
4)   Memberikan bantuan dab dukungan kepada pemerintah Anti Komunis .
5)   Menerapkan “the policy of containment”
4.    Dukungan Amerika Serikat terhadap faksi Suharto sebelum getapu 30 S
Menggambarkan kepentingan negara adidaya dalam situasi Perang Dingin. “pada masa itu ideologi adalah panglima, sehingga dinamikanya antara Barat dan Timur. Namun, faktor intern dalam negerinya yang menentukan terjadinya peristiwa 1965”, ujar putra almarhum Jenderal Soetojo, yang salah seorang korban peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Agus menegaskan secara umum teori pertentangan antara sipil yang dipimpin Soekarno dan PKI berhadapan dengan sebagian TNI-AD adalah faktor internal yang menjadi titik lemah bagi masuknya kepentingan konflik Perang Dingin, dalam hal ini Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Cina, yang bukan kebetulan dimenangkan oleh Amerika Serikat yang mewakili Barat. Karena itu, Agus Widjojo meningkatkan, bila kita bercermin pada kejadian tahun 1965 itu, dalam situasi krisis multidimensi dan ancaman disintergrasi yang dialami oleh bangsa Indonesia pada saat ini, pilihannya hanya melakukan konsolidasi dalam satu rekonsiliasi yang pasti, atau hancur berkeping-keping dalam perang saudara dan intervensi asing di bidang ekonomi maupun politik.
Keterlibatan Rusia dan RRC, mengomentari buku yang akan diluncurkan itu, mantan aktivis angkatan 66 dan Forum Demokrasi, Rahman Toleng, berharap agar jangan Cuma keterlibatan CIA saja yang dilihat pada waktu peristiwa 1965 tersebut. Dia juga mengindikasikan keterlibatan agen-agen RRC dan Rusia di belakang peristiwa tersebut.
Mantan wakil ketua MPRS, pada tahun 1966, Mayjen (Pur) Abdul Kadir Besar, mengingatkan faktor di dalam negeri juga berperan seperti pernyataan Anwar Sanusi (anggota CC PKI/Anggota Front Nasional)bsebelum peristiwa 30 September 1965, bahwa ibu pertiwi sedang hamil tua. “Itu merupakan sebuah tanda akan terjadi kejadian besar tertentu. Oleh karena itu, data-data dari dalam negeri pun harus dijadikan pembanding dokumen CIA tersebut,”ujarnya.
Dari sumber-sumber pro-Soeharto terutama dari hasil penyelidikan CIA tentang Gestapu yang diterbitkan tahun 1968, kita mengetahui bahwa beberapa pasukan yang dilibatkan di dalam apa yang dinamakan pemberontakan Gestapu, yang lebih penting lagi bahwa Jakarta sebagai pusat Jawa, batalion-batalion yang sama menyuplai kompi-kompi, juga digunakan untuk menumpas pemberontakan. Dua pertiga brigade paratroop yang beberapa hari sebelumnya sudah diinspeksi oleh Soeharto, ditambah satu kompi dan satu peleton yang terdiri dari seluruh kekuatan Gestapu, semua tapi satu dari unit-unit ini dikomandani oleh seorang yang sekarang dan dahulu merupakan perwira-perwira Divisi Diponegoro yang dekat dan merupakan sekutu politik Soeharto, yaitu Basuki Rachmad.
Dua dari kompi-kompi ini, dari batalion 530 dan 454, merupakan pasukan elit dan dari tahun 1962 unit-unit ini sudah berada diantara orang-orang penting di Indonesia yang menerima bantuan Amerika.
Fakta ini, pada saat ini belum bisa menjadi bukti, telah menimbulkan keinginan tau kita tentang banyak pimpinan Gestapu yang sudah dilatih di Amerika. Pimpinan Gestapu di Jawa Tengah, Let Kol. Suherman baru saja kembali latihan di Laevenworth dan Okinawa, sesaat sebelum pertemuan dengan Untung dan Mayor Sukirno dari Batalion 454 pada pertengahan Agustus 1965.
Seperti yang diteliti oleh Ruth Mc Vey (1985:45), diterimanya Suherman untuk ikut dalam latihan di Fort Leavenworth berarti sudah melalui penelitian CIA.
Dengan demikian kesinambungan antara keberhasilan Gestapu dan respon Soeharto padanya, yang mengatasnamakan membela Soekarno dan menyerang Gestapu melanjutkan tugasnya untuk mengiliminir anggota pro Yani, yang bersama dengan itu juga bisa mengurangi sisa-sisa pengaruh Yani dan Soekarno.
Bagian terbesar dari tugas ini tentu saja mengeliminasi kekuatan PKI dan pendukung-pendukungnya, dalam satu pertumpahan darah, seperti yang diakui oleh sekutu-sekutu Soeharto yang telah mengorbankan setengan juta orang terbunuh. Tiga pristiwa ini yaitu, Gestapu, Respon Soeharto dan banjir darah selalu dikatakan sebagai suatu motive untuk mengambing hitamkan kiri, dan pertumpahan darah sebagai tindakan kekerasan massal yang irrasional. Pejabat-pejabat Amerika Serikat, wartawan, para pakar, beberapa di antaranya prominem yang dekat dengan CIA, adalah secara prinsip bertanggung jawab atas mitos pertumpahan darah sebagai sesuatu yang spontan, ledakan kemarahan rakyat seperti dikatakan kemudian oleh Duta Besar Amerika Serikat Jone sebagai pembunuh PKI.
5.    Tumbangnya PKI Orde Lama dan Lahirnya Orde Baru
Jatuhnya Orde Lama atau identik dengan tumbangnya Soekarno dari presiden merupakan peristiwa politik yang cukup menarik dan sanga bersejarah. Dimulai dengan Supersemar yang memberi “mandat” kepada Jenderal Soeharto untuk memulihkan keamanan dan politik yang saat iru sangat kacau (Dwi Sukanti, dkk 2007: 189), sampai ditolaknya Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno.
Supersemar merupakan pemberian tugas kepada Soeharto bukan pelimpahan kekuasaan. Sebagai orang yang diperintahkan pemegang Supersemar berkewajiban melaporkan kepada Soekarno apa yang dikerjakannya sesuai perintah itu.
Berikut ini adalah kronologis kejatuhan Soekarno yang dikutip dari berbagai sumber, dan sebagian besar, dikutip dari buku “Proses Pelaksanaan Keputusan MPRS no.5/MPRS/1966 tentang Tanggapan Madjelis Permusyawaratan MPRS di depan Sidang Umum ke-IV MPRS pada tanggal 22 Juni 1966 yang berjudul Nawaksara,” dimulai dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Untuk lebih jelasnya perjalanan tumangnya Soekarno dan Soeharto menjadi presiden sebagai berikut :
a.    Tangga l11 Maret 1966
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Revolusi/Mandatarsi MPRS, mengeluarkan Supersemar, yang isinya antara lain : “Memutuskan dan memerintahkan : kepada Letnan Jenderal Soeharto, Menteri panglima Angkatan Darat untuk atas nama Presiden/Panglima Tertinggi Pemimpin Besar Revolusi.
1)   Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu utuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia dan melaksanakan dengan pasti segala ajara Pemimpin Besar Revolusi.
2)   Mengadakan koordinasi pelaksanaan pemerintah dengan panglima-panglima Angkatan lain dengan sebaik-baiknya.
3)   Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut diatas”.

b.   16 Maret 1966
Pangkopkamtib atas nama Presiden RI mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap sejumlah 15 menteri yang diduga terlibat G-30 S/PKI.
c.    27 Maret 1966
Dilakukan perombakan terhadap Kabinet Dwikora. Sementara presiden tidak setuju kabinet itu dirombak. Banyak wajah-wajah baru yang dianggap kurang dekat dengan Presiden Soekarno. Tapi, tiga hari kemudian, kabinet itu pun dilantik.
d.   22 Juni 1966
Presiden Soekarno membacakan pidato Nawaksara di depan Sidang umum ke-IV MPRS, dan pimpinan MPRS melalui keputusannya No. 5/MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966 , meminta Presiden Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.
e.    6 Juli 1966
Sidang MPRS ditutup, dan mengeluarkan 24 ketetapan, sebuah keputusan, dan Revolusi. Sudah satu diantaranya, Tap MPRS No. IX/MPRS/1966, yang menegaskan tentang kelanjutan dan perluasan penggunaan Supersemar.
f.     17 Agustus 1966
Presiden Soekarno melakukan pidato dalam rangka peringatan hari Proklamasi yang dikenal dengan pidato Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Pidato Jas Merah tersebut mencerminkan sikap Presiden sebagai Mandataris MPR, yang tidak bersedia untu aturan yang ditetapkan oleh MPRS. Sehingga, hal itu menimbulkan reaksi masyarakat, dan diwarnai aksi demontrasi dari masyarakat maupun mahasiswa.
g.    1-3 Oktober 1966
Massa KAMI, KAPRI, dan KAPI, melakukan demontrasi di depan istana merdeka. Mereka menuntut agar presiden memberi pertanggung jawaban tentang peristiwa G 30 S/PKI. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya bentrokan fisik dengan pasukan Garnizum, sehingga memakan korban.
h.   20 Desember 1966
KAMI, KAPPI, KAWI, KASI, KAMI Jaya, Kagi Jaya, serta Laskar Ampera Arif Rahman Hakim (ARH) menyampaikan fakta politik kepada MA mengenai keterlibatan Presiden Soekarno dalam G 30 S/PKI.
i.      21 Desember 1966
ABRI mengeluarkan pernyataan keprihatinan,yang antara lain berbunyi butir ke-2, “ABRI akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun, pihak mana pun, golongan mana pun, yang akan menyelewengkan Pancasila dan UUD 1945 seperti yang pernah dilaukan PKI pemberontakan Madiun, Gestapu PKI, DI-TII, Masyumi, PRRI-Permesta serta siapa pun yang tidak mau melaksan keputusan-keputusan Sidang Umum Ke-IV MPRS”.

j.     31 Desember 1966
Pimpinan MPRS mengadakan musyawarah yang membahas situasi pada saat itu, khususnya menyangkut pelaksanaan keputusan MPRS No. 5/MPRS/1966 tersebut diatas, dan suara serta pendapat dalam masyarakat yang timbul setelah adanya sidang-sidang Mahmillub yang mengadili perkara-perkara ex. Wapredam I dan ex. Men/Pangau.
k.   6 Januari 1967
Pimpinan MPRS mengeluarkan surat No A9/1/5/MPRS/1967, ditunjukan kepada Jenderal TNI Soeharto sebagai pengemban Ketetapan MPRS IX/Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Surat inimenegaskan seputar permintaan bahan-bahan yuridis/hasil penyidikan. Isinya antara lain : “Pimpinan MPRS mengkonstatasikan bahwa setelah berlangsungnya sidang-sidang Muhmilub yang mengadili perkara-perkara ex-Waperdam I dan ex-Men/Pangau, telah timbul berbagai suara dan pendapat dalam masyarakat yang berkisar pada dua hal pokok, yaitu : Tuntutan penyidikan hukum untuk menjelaskan/menjernihkan terhadap peranan presiden dalam hubungannya dengan peristiwa kontra revolusi G 30 S/PKI. Tuntutan dilaksanaknnya keputusan MPRS Nomor 5/MPRS/1966”.
l.      10 Januari 1967
Presiden Soekarno menyampaikan pidato pelengkap Nawaksara, yang isinya antara lain : “Untuk memenuhi permintaan Saudara-saudara kepada saya mengenai penilaian terhadap peristiwa G-30 S, maka saya sendiri menyatakan :
1)      G 30S ada satu “complete overrompeling” bagi saya
2)      Saya dalam pidato 17 Agustus 1966 dan dalam pidato 5 Oktober 1966 mengutup Gestok. 17 Agustus 1966 saya berkata “sudah terang Gestok kitz kutuk. Dan saya, saya mengutuknya pula; dan sudah berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas dan tandas, bahwa “Yang bersalah harus dihukum ! untuk itu kubangunkan Mahmillub”.
3)      Saya telah autorisasi kepada pidato Pengemban S.P 11 Maret yang diucapkan pada malam peringatan Isro Mi’radj di Istana Negara, yang antara lain berbunyi :
“setelah saya mencoba memahami pidato Bapak Presiden pada tanggal 17 Agustus 1966, pidato pada tanggal 5 Oktober 1966 dan pada kesempatan-kesempatan yang lain, maka saya sebagai salah seorang yang turut aktif menumpas Gerakan 30 September yang didalangi PKI, berkesimpulan, bahwa Bapak Presiden juga telah mengutuk Gerakan 30 September/PKI, walaupun Bapak Presiden menggunakan istilah (“Gestok: Gerakan Satu Oktober, istilah Soekarno, Red)
m. 10 Januari 1967
Pimpinan MPRS mengeluarkan catatan sementara tentang pelengkap pidato Nawaksara yang diumumkan tanggal 10 Januari 1967. Catatan sementara tersebut berisikan, antara lain : (a) bahwa Presiden masih meragukan keharusannya untuk memberikan pertanggung jawaban kepada MPRS sebagaimana ditentukan oleh keputusan MPRS No. 5/MPRS/1966. (b) perlengkapan Nawaksara ini bisa mengesankan seolah-olah dibuat dengan konsultasi Presidium Kabinet Ampera dan para Panglima Angkatan Bersenjata”.
n.   20 Januari 1967
MPRS mengeluarkan Press Release nomor 5/HUMAS/1967 tentang hasil musyawarah pimpinan MPRS tanggal 20 Januari 1967, yang isinya (terdiri empat point besar) antara lain (poin ke-4): “Perlu diterangkan bahwa dalam menghadapi persoalan-persoalan penting yang sedang kita hadapi, soal Nawaksara, soal penegakan hukum dan keadilan, soal penegakan kehidupan kontitusional, pimpinan MPRS sejak beberapa lama telah mengadakan tindakan-tindakan dan usaha-usaha koordinatif dengan pimpinan DPR-GR, Presiden kabinet khususnya pengemban MPRS No. IX, dan lembaga-leambaga negara maupun lembaga-lembaga masyarakat lainnya.”
o.    21 Januari 1967
Mengeluarkan hasil musyawarah pimpinan MPRS lengkap, yang terdiri dari tiga butir besar, antara lain (poin II). “Bahwa Presiden alpa memenuhi ketentuan-ketentuan konstitusional sebagai ternyata dalam surat beliau No. 01/Press/67, khususnya yang termaktub dalam rangka Romawi I : “Dalam Undang-Undang Dasar 1945, ataupun dalam ketetapan dan mandataris harus memberikan pertanggungan jawab atas hal-hal yang “cabang” . Pidato saya yang saya namakan Nawaksara adalah atas kesadaran dan tanggung jawab saya sendiri, dan saya memaksudkannya sebagai semacam “progress-report sukarela” tentang pelaksanaan mandat MPRS yang telah saya terima terdahulu”. Yang berarti mengingkari keharusan bertanggung jawab pada MPRS dan hanya menyatakan semata-mata pertanggung jawab mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara saja….”.
p.   1 Februari 1967
Panglima Operasi Pemulihan keamanan dan ketertiban, Jenderal Soeharto, dengan nomor surat R.032/1967, sifatnya rahasia, dengan lampiran 2 berkas , serta perihal : bahan-bahan yuridis/hasil pengudikan. Petikan laporan Team, pada bagian Pendahuluan itu, antara lain sebagai berikut : “Tujuan penyusunan naskah laporan ini untuk menyajikan data dan fakta yang telah dapat diperoleh selama dalam persidangan Mahmillub semenjak perkara Njono daan Sastroredjo, yang dalam pengumpulannya ditunjukan untuk memperoleh bahan gambaran yang selengkap-lengkapnya terhadap Pertanggung-jawab Yuridis Presiden dalam peristiwa G-30-S/PKI. Berdasarkan hasil-hasil persidangan tadi , maka Presiden harus mempertanggung-jawabkan segala pengetahuan, sikap dan tindakannya , baik terhadap peristiwa G 30 S/PKI itu sendiri maupun langkah-langkah penyelesaian yang merupakan kebijaksanaan Presiden selaku Kepala Negara dan Panglima tertinggi ABRI di dalam menjalankan pemerintahan negara dimana kekuasaan dan tanggung-jawab ada di tangan Presiden, sesuai ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945 beserta penjelasannya.”
q.   9 Februari 1967
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) mengeluarkan Revolusi tentang Persidangan Istimewa MPRS, yang meminta kepada MPRS untuk mengundang dan menyelenggarakan Sidang Istimewa MPRS selambat-lambatnya bulan Maret 1967, serta meminta kepada Pemerintah c.q. Ketua persidium Kabinet Ampera selaku panglima Operasi Pemulihan keamanan dan ketertiban/pengembangan ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966 untuk memberikan keterangan dan bahan-bahan dalam sidang istimewa tersebut untuk menjelaskan peranan Presiden dalam hubungannya dengan peristiwa Kontra Revolusi G-30-S/PKI untuk dapat dijadikan pegangan dan pedoman para Wakil Rakyat dalam menggunakan wewenang dan kewajibannya dalam Sidang Istimewa MPRS.
DPR-GR mengeluarkan Penjelasan atas usul Resolusi DPR-GR tentang Sidang Istimewa MPRS. Pada tanggal yang sama DPR-GR mengeluarkan memorandum mengenai pertanggung-jawab dan kepemimpinan Presiden Soekarno dn Persidangan Istimewa MPRS.
r.    13 Februari 1967
Para panglima mengadakan rapat membahas masalah pendekatan Presiden Soekarno tersebut. Sesudah bertemmu dengan presiden, kemudian mereka sepakat untuk tidak lagi melakukan pertemuan selanjutnya.
s.     16 Februari 1967
Pimpinan MPRS mengeluarkan keputusan No.13/B/1967 tentang Tanggapan terhadap pelengkap pidato Nawaksara, yang isinya : “Menolak pelengkapan pidato Nawaksara yang disampaikan dengan surat Presiden No. 01/Press/’67 tanggal 10 Januari 1967, sebagai pelaksanaan keputusan MPRS No. 5/MPRS/1966. Dan pada tanggal yang sama dikeluarkan pula keputusan MPRS No. 14/B/1967 tentang penyelenggaraan dan acara persidangan Istimewa MPRS.
t.     20 Februari 1967
Presiden Soekarno memberikan pengumuman, yang isinya antara lain : “kami, Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima tertinggi angkatan bersenjata Republik Indonesia, setelah menyadari bahwa konflik politik yang terjadi dewasa ini perlu segera diakhiri demi keselamatan rakyat, bangsa dan negara, maka dengan ini  mengumumkan : Pertama : kami, Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, terhitung mulai hari ini menyerahkan  kekuasaan pemerintah kepada pengemban ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Kedua : pengemban ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 melaporkan pelaksanaan penyerahan tersebut kepada Presiden, setiap waktu dirasa perlu. Ketiga : Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, para pemimpin msyarakat, segenap Aparat pemerintahan dan seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk terus meningkatkan persatuan, menjaga dan menegakkan revolusi dan membantu sepenuhnya pelaksanaan tugas pengemban ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 seperti tersebut diatas. Keempat : Menyampaikan dengan ppenuh rasa tanggung-jawab pengumuman ini kepada rakyat dan MPRS .semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi rakyat Indonesia dalam melaksanakan cita-citanya mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. “ Pengumuman ini ditandatangani pada tanggan 20 Rebruari 1967 oleh Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi ABRI, Soekarno.
u.   23 Februari 1967
Jenderal Soeharto, Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/1966, melakukan Pidato melalui Radio Republik Indonesia. Sianya antara lain : memberi penegasan soal penyerahan kekuasaan oleh Presiden Soekarno kepada dirinya. Pada tanggal yang sama , 23 Februari 1967, juga DPR-GR mengeluarkan Resolusi No. 724 tentang pemilihan Pejabat Presiden Republik Indonesia, beserta penjelasan terhadap revolusi tersebut.
v.    25 Februari 1967
Pemerintah mengeluarkan keterangan Pers, mengenai telah dilakukannya penyerahan pemerintahan negara oleh Soekarno kepada Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1967, yakni Jenderal Soeharto. Dengan demikian Indonesia memasuki era Orde Baru.





KESIMPULAN

1.      MUNCULNYA Dekrit Presiden 5 Juli 1959 perkembangan politik di Indonesia diliputi oleh pertentangan antara kekuatan PKI dan TNI AD “Demokrasi Terpimpin” dari Presiden Soekarno, membuka peluang bagi PKI, bahkan PKI semakin mendapatkan dukungan dan semakin bergairah meningkatkan apa yang disebut Ofensif Revolusioner. Misalnya mendengung-dengungkan  bahwa anti-Nasakom adalah anti-Pancasila dan kontrarevolusioner serta PKI adalah yang paling progresif dan revolusioner. Tindakan dan kegiatan PKI semakin nyata dan puncak kegiatan PKI itu adalah dengan meletusnya pemberontakan G-30-S/PKI.
2.      Pertentangan itu berakhir dengan peristiwa di Lubang Buaya dan dikeluarkan pernyataan Bahwa PKI dijadikan sebagai partai terlarang di seluruh wilayah Republik Indonesia. Masuknya CIA ke Indonesia ada dua kepentingan, pertama adalah misi yang diberikan oleh Amerika Serikat untuk dunia dan kedua membantu negara-negara sekutu / sahabat untuk Amerika Serikat untuk membumi hanguskan faham komunis. Baik secara langsung maupun tidak , dengan cara yang halus maupun dengan kasar.
3.      Pada prinsipnya secara tidak langsung Amerika dengan tangan CIA, bahwa Amerika tidak berkeinginan Indonesia bersatu dan maju, dengan kata lain Amerika dengan memakai kedok pemberantasan komunis di Asia, termasuk membantu dalam menggulingkan pemerintahan Soekarno yang diisukan berkiblat Komunis. Adapun langkah-langkah Amerika dalam penggulingan Soekarno adalah :
a.       Program bantuan militer, persenjataan dan peralatan perang
b.      Untuk menekan Soekarno, membantu dukungan terhadap Belanda dan Perancis di Indonesia.
c.       Program misi civic-nya
d.      Memberikan bantuan dan dukungan kepada pemerintah Anti Komunis
e.       Menerapkan “the policy of containment”











DAFTAR PUSTAKA

Al Rasjid, Harun. 1968. Sekitar Proklamasi, Konstitusi dan Dekrit Presiden,
Jakarta: PT. Pelita Ilmu.
Kansil CST, Julianto. 1984. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan
Indonesia, Erlangga, Jakarta.
Nazarudin. 1984. Kemanugalan ABRI dengan Rakyat, Jakarta : CV. Triosa
Dharma.
Notosusanto, Nugroho. 1974. Hubungan Sipil Militer dan Dwifungsi ABRI,
Jakarta : Pusjaran ABRI.
P&K, 1997, Sejarah Surat Perintah 11 Maret 1966, P&K, Jakarta
Sanit, Arbi. 1981. Sistem Politik Indonesia, Jakarta : CV. Rajawali
Saragih , Irwan. 1981. VEIL. Perang Rahasia CIA 1981-1987, jakarta : Erlangga
Scott, Peter Dale, 2007, Peran CIA dalam Penggulingan Soekarno (Edisi revisi),
Jakarta : PT Buku Kita
Sidky, Mohammad. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia,
Jakarta : PT. Gunung Agung.
Sudiyo. 2002. Pergerakan Nasional, Jakarta : Renika Cipta
Sumantri, Iwa Kusuma. 1972. Sejarah Revolusi Indonesia, jilid ketiga, Jakarta
Susanto, Budi, dkk. 1993. ABRI Siasat Kebudayaan 1945-1995, Jakarta: Kanisius
Tirtoprodjo, Susanto, 1966. Sedjarah Revolusi Nasional Indonesia, Tahapan
Bersenjata 1945-1950, Jakarta : PT. Pembangunan
Yunarti D. Rini, 2003, BPUPKI, PPKI Proklamasi Kemerdekaan RI, Jakarta:
Penerbit Buku Kompas Cet. 1,
Internet :
Demokrasi dan Proses Politik,  LP3ES,  Jakarta (Copyright © Sinar harapan)
 2002/http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/2002october)
Hartono,  Umar,  2004,  Anti Orde Baru berarti Anti Pancasila, http://kontak.
Club.fr/Hartono
Jacques Leclerc,  2006, Aliran Komunis: Sejarah dan Penjara,