BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak
lahirnya Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, negara yang sudah merdeka
ini tidak berarti bebas dari semua permasalahan, satu sisi negara ini bebas
dari genggaman penjajah yaitu Belanda maupun Jepang, namun disisi lain
permasalahan dari dalam terus silih berganti, hal ini bisa kita lihat dari
sejarah, perebutan kekuasaan, perebutan pengaruh, ramainya partai politik yang
ingin berkuasa dan belum stabilnya perekonomian, semua ini menunjukkan bangsa
ini senantiasa diwarnai oleh konflik sosial dan politik yang tajam mencapai
puncaknya pada peristiwa pemberontakan atau kudeta.
Penjelasan
sejarah bangsa Indonesia merupakan satu kejadian yang cukup rumit sekali, baik
sebelum merdeka maupun setelah merdeka. Pada dasarnya permasalahan yang ada di
saat setelah merdeka tidak lepas dari tangan penjajah sebelumnya, tidak
mustahil kekuatan yang ditanam tiga ratus tahun lebih akan hilang begitu saja.
Perebutan
kekuasaan yang dilatarbelakangi oleh bermacam masalah menurut para pemimpin
bangsa ini berfikir dan membuat strategi yang matang, karena permasalahan
datang dari dalam dan luar, misalnya saja usaha penggulingan pucuk pimpinan
republik Indonesia adalah peran serta CIA yang sangat kuat dengan dalih
penumpasan paham komunis.
Empat
unsur yang berusaha menggulingkan Soekarno yaitu :
1. Peranan
CIA dalam usahanya CIA menerapkan berbagai trik untuk mensukseskan adanya
peristiwa besar yaitu menggulingkan Soekarno dengan dalih menghapuskan Komunis.
2. Kekuatan
golongan yang anti komunis, golongan ini sebagian besar menganggap Soekarno itu
adalah komunis sehingga usaha mereka adalah menggulingkan Soekarno.
3. Antek-antek
dari pejabat sendiri tidak sedikit diantara orang dalam yang membelot dan ingin
menjatuhkan pemimpinannya sendiri
4. Mobilisasi
mahasiswa, seperti sudah menjadi alat yang paling ampuh dalam menggulingkan
pemimpin melalui mobilisasi mahasiswa.
Unsur-unsur
ini seakan terkoordinir rapi dan tidak terkesan bersatu sehingga berhasil
menciptakan satu peristiwa besar yaitu G 30 S (Gerakan Tiga Puluh September),
dan diiringi dengan tumbangnya Soekarno, ini terjadi sangat halus dan licin
sehingga tidak mampu memberikan kesaksian yang tepat 100% bahwa Soekarno adalah
akibat kudeta.
B. Pembatasan Masalah
Mengingat
penelitian ini merupakan masalah yang cukup komplek, terutama dalam kancah
perpolitikan di negeri ini dalam kurun waktu Pasca proklamasi, maka membatasi
fokus permasalahannya. Central Intelligence Agency (CIA) .
C. Perumusan Masalah
1. Bagaimana
keadaan Indonesia pada masa Orde Lama 1959-1965
2. Apakah
peranan CIA dalam dunia internasional dan bagaimana Peranan CIA pada masa Orde
Lama
3. Bagaimana
peranan Amerika Serikat dalam penggulingan Soekarno
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk
menganalisis kondisi Indonesia pada masa Orde Lama
2. Untuk
menganalisis peranan CIA dalam dunia internasional
3. Untuk
menganalisis peranan Amerika Serikat dalam menggulingkan Soekarno.
E. Metode Penelitian
Metode
penelitian merupakan urutan langkah-langkah untuk melaksanakan penelitian
berikut penjelasan tentang alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan
langkah-langkah tersebut.
Dalam
penelitian ini digunakan beberapa metode dan teknik penulisannya tidak terlepas
dari cara-cara menghimpun dan mengolah sumber-sumber atau bahan-bahan yang
menjadi materi penulisan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Heuristik
Yaitu kegiatan menghimpun sumber-sumber sejarah yang
berupa dokumen/ arsip , buku , majalah, surat kabar dan sebagainya. Dalam tahap
ini mendapatkan sumber sejarah berupa buku-buku sejarah. Disamping itu penulis
mencari informasi yang memiliki korelasi dengan topik penelitian yang diakses
dari internet.
2. Verifikasi
Yaitu tahapan metode yang dilakukan melalui
penilaian terhadap sumber-sumber. Penelitian ini meliputi 2 aspek yaitu aspek ekstern
dan intern.
a. Ekstern
yaitu mempersoalkan apakah sumber itu merupakan sumber sejati yang diperlukan.
b. Intern
yaitu mempersoalkan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang diperlukan.
Dari
sumber yang ada dapat diperoleh sumber data primer atau sumber data utama
berupa lima buah buku dan sepuluh buku penunjang.
3. Interpretasi
Merupakan tahap penafsiran tehadap sumber-sumber
yang telah dikritik, sehingga menjadi data-data yang di analisis dan akhirnya
menghasilkan sintesis berupa fakta baru untuk selanjutnya akan dipaparkan pada
fase berikutnya.
Dalam melakukan interpretasi ini, penulis
memanfaatkan alat bantu berupa “Eksplorasi” dan “Hermeneutica” yaitu menelusuri
sebab-sebab terjadinya peristiwa dan mencoba memahami suasana zaman ketika
peristiwa itu terjadi.
4. Historiografi
Face ini sangat penting dan sangat tepat digunakan
dalam penelitian yang mencoba merekonstruksikan masa lampau secara sistematis
dan obyektif dengan berpihak kepada bukti-bukti sejarah yang telah ditemukan,
selanjutnya dipaparkan dalam bentuk hasil penelitian.
F.
Teknik
Penelitian Data
Berkenaan
dengan upaya pengumpulan data untuk memberi jaminan obyektivitas hasil
penelitian, maka digunakan teknik dan alat pengumpulan data, dengan
memperhatikan pendapatnya, Hara Nawawi (1998:94)”… Teknik dan alat pengumpulan
data yang tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan dicapainya pemecahan
masalah secara valid dan realibel, yang ada gilirannya akan memungkinkan
dirumuskannya generalisasi yang obyektif. Pada penelitian ini teknik penelitian
berdasarkan kepada studi kepustakaan.
Studi
kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari sejumlah
referansi kepustakaan sampai tahap menganalisis materi bacaan dalam kategori ilmu-ilmu
sejarah dan ilmu-ilmu pendukung lainnya sesuai dengan bahasan pada materi
penelitian.
G. Teknik Pencatatan Data
teknik
pencatatan data yang dilakukan adalah :
1. Membuat
“catatan-catatan pinggir” (edge notes) bik yang bersifat komentar, pertanyaan,
analisis, interprestasi, untuk mengidentifekasi masalah.
2. Membuat
ringkasan dan mengelompokan studi pustaka, agar diperoleh gambaran dan fokus
kajian.
3.
Penyusun ringkasan dan
pengelompokan di rancang untuk melakukan pengkajian.
H. Teknik Analisis Data
Penelitian
ini menggunakan dua jenis teknik analisis data, yaitu deskripsi eksploratif dan
deskripsi analisis. Deskripsi eksploratif digunakan dalam tahap pembacaan buku
sejarah intensif untuk menjaring data yang dibutuhkan. Deskripsi analisis
diterapkan guna mengkaji, mengekslisitkan , dan mensistematikan data yang telah
dijaring.
BAB II
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Informasi Penelitian
1.
Keadaan
Indonesia pada masa Orde Lama (Demokrasi
Terpimpin) 1959-1965
Tanggal 21 Februari 1957 di Istana
negara, Bung Karni menguraikan apa yang dimaksud dengan “Konsepsi Presiden”,
Beliau mengatakan, “untuk mengatasi kesukaran-kesukaran yang kita hadapi sampai
pada waktu ini, perlu sekali sistem pemerintahan yang berlaku sekarang dihapuskan dan diganti
dengan suatu sistem yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Sebab
demokrasi yang sampai kini kita anut, adalah demokrasi impor dari Barat, yang
tidak cocok dengan jiwa bangsa kita.
Terutama tidak sesuai dengan
kondisi sosial masyarakat kita, yang sifatnya masing majemuk. Tradisional,
setengah feudal dan sebagian besar berpendidikan rendah, bahkan masih besar
jumlah yang buta huruf. Oleh karena itu kita harus kembali kepada demokrasi
Indonesia, yang berdasarkan azas gotong royong.
Tanggal 15 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang mendapat persetujuan dari rakyat
khususnya dari Angkatan Bersenjata. Yang mentaati perintah harian dari KSAD.
Dekrit presiden berisi kembalinya UUD 1945 dan pembubaran konstituante.
Akibat dari pergantian UUD, maka
perlu disusun badan-badan baru yang sesuai dengan UUD 1945. Selanjutnya
utusan-utusan daerah perlu ditetapkan sebagai anggota dari badan-badan baru
tersebut yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, yang kedudukannya disesuaikan dengan
baru dari pemerintahan dan dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
Majelis Permusyawaratan Rakyat dinamakan MPRS dan Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) menggantikan Dewan Nasional.
Untuk jelasnya sebagai akibat dari
penggantian UUD tersebut, bahwa kabinet harus menyerahkan mandatnya untuk kemudian
diganti dengan Kabinet yang hanya bertanggung jawab kepada Presiden sendiri,
dalam hal ini semua kedudukan menteri-menteri, dalam sistem UUD 1945 itu
menteri anggota kabinet hanya berkedudukan sebagai pembantu (Iwa
Kusumasumantri, 1972:113).
Sebagai salah satu akibat lagi dari
peristiwa kembali ke UUD 1945, Pemerintahan bersendikan UUD tersebut
menggunakan sistem Demokrasi Terpimpin, dan akibatnya harus ada perubahan
sistem kepartaian kearah penyederhanaan dalam sistem kepartaian, yang sebelumnya
pada kabinet parlementer menganut multi partai. Dan setelah mengalami proses
penyederhanaan, hanya 10 partai politik yang diakui (Iwa Kusumasumantri,
1972:117), yaitu :
1. Nahdatul
Ulama (NU)
2. Partindo
(partai Indonesia)
3. PNI
(Partai Nasional Indonesia)
4. PKI
(Partai Komunis Indonesia)
5. Partai
Murba
6. PSII
(Partai Serikat Islam Indonesia)
7. Parkindo
(Partai Kristen Indonesia)
8. PKRI
(Partai Katolik Republik Indonesia)
9. IPKI
(Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia)
10. Perti
(Partai Tarbijatul Islamijah)
Dengan
terhapusnya partai-partai/organisasi lain, maka lebih mudah lagi bagi
pemerintah untuk mengetahui kehendak rakyat umum (yang belum anggota partai
politik). Meskipun demikian penyederhanaan partai belum memuaskan, sehingga
dibentuk dan disusun suatu badan yang dinamakan Front nasional yang
anggota-anggotanya selain dari partai politik terdiri juga dari
karyawan-karyawan (tentara), organisasi masa, buru, tani serta perorangan.
Pada
tanggal 24 Maret 1960, para bekas anggota parlementer dari unsur PSI, Masyumi,
Protestan , Protestan, Katholik, IPKI, PERTI dan NU mambuat Liga Demokrasi.
Liga ini tak senang dengan langkah-langkah Bung karno yang melanggar
prinsip-prinsip demokrasi parlementer.
Manipoli
yang diucapkan Presiden Soekarno pada pidato kenegaraan 17 Agusttus 1959,
memuat bagi bagian-bagian sebagai berikut,
Sejak
tahun 1956 kita ingin memasuki dalam pembangunan semesta. Dan saudara-saudara
telah sering dengar dari mulut saya, bahwa pembangunan semesta harus menyiapkan
peralatan-peralatan terlebih dahulu. Mengadakan investment-investment labih
dulu. Sejak 1956 mulailah periode investment. Dan sesudah itu investment
selesai, mulailah pembangunan besar-besaran, kita akan mengalami masyarakat
adil dan makmur .(Soegiarso, 1988:138).
Ini
adalah strategi Manipoli, yang disyahkan oleh DPA dalam sidangnya yang ke II,
tanggal 23-25 September 1959 sebagai “Haluan Negara”.
Tuntutan
Nasakomisasi segala bidang dijadikan slogan oleh Bung karno. Berdasarkan
Nasakom itu, menurut PKI, mereka berhak atas sepertiga kursi pemeintah dan
Angkatan Bersenjata. Anehnya partai-partai lain menyetujui keinginan PKI.
Pelaksanaanya diserahkan kepada Mandataris MPRS. Presiden Soekarno masih
menunda pelaksanaannya. Dalam satu reshufle kabinet bulan Maret 1962 para ketua
dan wakil ketua MPR dan DPR mendapatkan pangkat Menteri. Dengan demikian D.N.
Aidit sebagai wakil ketua MPRS dan Mh. Lukman sebagai wakil ketua DPR-GR
berpangkat menteri. Kemudian menyusul Njoto dan Oei Tjoe Tat diangkat
masing-masing sebagai Menteri Negara. Juga para Panglima Angkatan adalah
menteri ex-officio.
ABRI
seperti dipecah-pecah untuk kepentingan politik. Masing-masing adalah
Men/Panda, Men/Pangal, Men/Pangau dan Men/Pangak. Kekuasaan SOB berdasarkan UUD
1945 telah beralih ke tangan Presiden Soekarno. Kemudian Soekarno memusatkan
wewenang dengan membentuk Kontrar, Koti, Peperti,Kotoe.lebih lanjut pada bulan
Juni 1962 Presiden Soekarno mengambil alih komandi militer di tangannya.
Pada
tanggal 17 Agustus 1962 Presiden Soekarno mengucapkan pidato kenegaraan yang
berjudul “Tahun Kemenangan” (TAKEM). Dikatakan lebih lanjut “Revolusi adalah
satu banjir yang mengalir, yang tidak diam, yang tidak beku. Selalu didalamnya
ada saat menang, tetapi ada pula saat-saat babak belur. Politik yang
dicanangkan Soekano adalah pengetrapan Marxisme di Indonesia, Implementasi dari
teori Mrx. (Soegiarso Soerojo, 1988:143).
PKI
makin berani melancarkan apa yang disebut “Ofensif
Revolusioner” di segala bidang. Mengandalkan pada kemampuan ornas-ornas Onderbownnya yang terorganisasi dengan
baik. Front Nasional makin banyak dimanfaatkan oleh orang-orang PKI.
Front
Nasional mengendalikan aksi-aksi menggayang musuh-musuh revolusi dalam negeri,
dan antek-antek nekolim. Kemunduran ekonomi Indonesia yang diakibatkan oleh
konfrontasi menurut PKI disebabkan perbuatan kapitalis birokrat (kabir),
pencoleng, dan koruptor. Dipolulerkan kemudian menjadi “tiga setan kota”.
Ketahuan kemudian, bahwa yang dimaksud “tiga setan kota” adalah anggota-anggota
TNI-AD yang dikaryakan di PN-PN. Para karyawan ini dituduh membentuk “dinasti
ekonomi”.
Pada
tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno mengumumkan :Deklarasi Ekonomi”
(Dekon), yaitu politik ekonomi sosialis. Pidato kenegaraan 17 Agustus 1963
makin hebat , dalam pidato yang berjudul “Genta Suara Revolusi” (Gesuri) itu Presiden
Soekarno memperingatkan, “Tiada revolusi kalau ia tidak menjalankan konfrontasi
terus menerus”. Presiden Soekarno meneruskan revolusi ada dua syarat yaitu :
1. Confrontation
de tous jours (konfrontasi terus menerus)
2. Disiplin
di bawah satu pimpinan (Gesuri)
Keberanian
tokoh-tokoh PKI mengungkapkan kemauan kereka makin menjadi-jadi. Seakan-akan
golongan lain sudah gampang didikte untuk mengikuti kemauan mereka. Di peking,
pada 3 September 1963, D.N. Aidit berpidato “Program Partai Komunis menghendaki
revolusi harus di tangan kaum pekerja dan tani, tetapi jangan mengharapkan
bahwa soal kepemimpinan kaum pekerja dituliskan dalam Monipol”.
Menjelang
tahun 1964 memang mulai kelihatan gejala PKI meningkatkan aksi-aksinya. Rupanya
kegiatan itu merupakan trial of strength
sebelum ditingkatkan menjadi lebih hebat. Rupanya PKI menghendaki pimpinan
mutlak revolusi di tangannya.
Slogan
persatuan NASAKOM akhirnya hanyalah kembang bibir belaka, PKI yang sering
dipuji Bung Karno sebagai paling progresif revolusioner itu menarik
partai-partai lain ke perubahan sikap revolusioner ala komunis. Kecam-kecam
dalam lingkungan partai masing-masing terjadi kebanyakan oleh tokoh-tokoh yang
mencari muka. Partindo getol mengancam PNI dengan peringantan ,”Marhaenisme
yang dianut PNI adalah Ideologi kiri. Marhaenisme adalah Marxisme yang
diterapkan di Indonesia. Kalau tidak progresif revolusioner jangan menyebut
diri sebagai Marhaenis”. Kecaman ini, menurut Partindo, dilancarkan sebagai
sesama partai yang menganut Marhaenisme.
Pada
tanggal 29 Juni 1964, Ketua Umum PGRI Subisdinata membuat koferensi pers,
menganjurkan agar rakyat waspada terhadap adanya usaha dari golongan tertentu
(PKI) yang hendak memasukan moral Panca Cinta dalam sistem pendidikan di
Indonesia.
Rongrongan
komunis di bidang pendidikan diteruskan dengan usul-usul retooling. Sumantri
Hardjoprakoso dan Mustopo diserang GGMI. Utrech (komunis) dari UBRA membubarkan
HMI di Malang, Yogyakarta, Jakarta dan lainnya. Hingga pada bulan September
1965 HMI benar-benar mau dibubarkan, untung PMII menyatakan solidaritasnya.
Dikalangan
PB NU timbul kegelisahan. Ketua I PB NU Subchan ZE, marah karena ada
usaha-usaha melenyapkan golongan agama. Pernyataan ini dikeluarkan berhubungan
adanya peristiwa perlakuan tak wajar terhadap PMII dan HMI oleh unsur-unsur
komunis di Bayuwangi.
Tanggal
26 Mei 1964, DN Aidit, “turba” (turun ke bawah) meriset desa yang meksudnya
adalah meriset kekuatan massa di desa. Buktinya segera riset desa diusul dengan
“Aksi sepihak” yang dilancarkan unsur-unsur BTI, Sarbupri, SOBSI , Pemuda
Rakyat, PKI di Klaten untuk mengusir “7 setan desa dan 4 bukit setan “. Yang
dimaksud “7 setan desa’ adalah : 1 . tuan tanah, 2. Lintah darat, 3. Tengkulak,
4. Tukang ijon, 5. Kapitalis briokrat, 6. Bandit desa, 7. Pengirim zakat. Yang
dimaksud dengan “4 bukit setan” adalah :1. Imperialis, 2. Tuan tanah, 3.
Kapitalis briokrat, dan 4 kapitalis komprador.
2.
Peranan
CIA dalam Dunia Internasional
a. CIA
Central
Intelligence Agency (CIA), adalah pusat Intelegen Amerika yang melaksanakan tugasnya
operasi intelejen luar negeri dan pengumpulan intelejen di luar negeri, tidak
memiliki wewenang untuk beroperasi di dalam negeri atau melakukan penahanan.
Masuknya
CIA ke Indonesia ada dua kepentingan, pertama adalah misi yang diberikan oleh Amerika
Serikat untuk dunia dan kedua membantu negara-negara sekutu/ sahabat Amerika
untuk membumi hanguskan faham komunis, baik secara langsung maupun tidak ,
dengan cara halus maupun dengan kasar.
Menurut
Bob Woodward dengan lebih alih bahasa Irwan Saragih dan Boesoni Sondakh
menyebutkan Konfedential adalah
jenjang terendah klasifikasi dan terdiri dari bahan yang pengungkapannya
kemungkinan besar membawa dampak buruk tertentu pada keamanan nasional. Dan
informasi rahasia terdiri dari bahan yang pengungkapannya kemungkinan besar
akan membawa dampak serius pada keamanan nasional. Serta informasi sangat
rahasia (top secret) meliputi bahan yang pengungkapannya diperkirakan akan
membawa dampak bagi keamanan nasional.
Sedangkan
kontra intelejen kegiatan yang dirancang untuk meredam, merintangi atau
berbalik memanfaatkan kegiatan dinas kegiatan intelejen asing, termasuk
penyusupan dinas asing melalui “orang dalam “ atau age yang melaporkan kegiatan
para agen dinas lawan.
Aksi
terselubung kegiatan rahasia yang dirancang untuk mempengaruhi peristiwa di
negara asing tanpa menyingkapkan peranan Amerika Serikat atau pun CIA, aksi
dapat berkibar dari penyebaran propaganda jenjang rendah sampai ke upaya
penggulingan sebuah pemerintah yang dianggap tidak bersahabat.
b. Misi
CIA dan Amerika
Pada
peristiwa secara tidak langsung Amerika dengan tangan CIA, bahwa Amerika tidak
berkeinginan Indonesia bersatu dan maju, pernyataan lebih lanjut terungkap pada
tahun 1953, John Foster Dulles mengatakan kepada Duta Besar Amerika Serikat yang
baru untuk Indonesia. Hugh S. Cumming Jr, “Janganlah mengikutkan diri anda
dengan suatu kebijakan yang bersifat melestarikan persatuan Indonesia…
pelestarian Univikasi (persatuan) dari suatu negara dapat menimbulkan budaya,
dan saya (JF, Dulles) menunjuk pada Cina…”kata Peter Scot dalam bukunya Peran
CIA dalam Penggulingan Soekarno (1999:23)”.
Campur
tangan Amerika yang merasa menjadi Superhero tidak hanya di Indonesia, tapi di
beberapa negara-negara lain di dunia. Berikut ini adalah campur tangan Amerika
terhadap Negara-negara di dunia :
1) Perang
dunia pertama (1917-1918) Tentara laut dan darat dihantur ke Eropa untuk
menentang kuasa Axiz.
2) Rusia
(1918-22) Tentara laut dan pasukan tentera dihantar ke timur Rusia selepas
revolusi Bolsheveik, Tentera darat membuat lima pendaratan.
3) Turki
(1922) : Tentara menentang nesionalis di Smyrna.
4) China
(1922-27) Tentara laut dan darat berpecah semasa pemberontakan nasionalis.
5) China
(1927-34) Tentara marin dihantarkan masuk dan bertapak selama 7 tahun di
seluruh China.
6) Perang
Dunia ke-2 (1941-45): Tentara telah menentang kuasa Axis (jepun, jerman dan
Itali).
7) Yugoslavia
(1946) Tentara laut berpecah meninggalkan pesisiran pantai Yugoslavia sebagai
tindak balas ke atas kejatuhan pesawat juang US.
8) Uruguay
(1947) Pasukan pengebom telah bertindak untuk menunjukkan kekuasaan tentara US.
9) Jerman
(1948) Tentera dibubarkan sebagai tindak bebas keatas sekatan Berlin, pengangkutan
udara Berlin digantung selama 444 hari.
10) Filipina
(1948-54) CIA mengarahkan satu perang saudara menentang pemberontakan
kemerdekaan di Filipina.
11) Perang
Korea (1951-53) Tentara US masuk kancah peperangan tersebut.
12) Iran
(1953) CIA telah mengatur rancangan untuk menjatuhkan pemerintah yang dilantik
secara Demokrasi, Mossadegh dan meletakkan Shah dalam kekuasaan (boneka).
13) Vietnam
(1954) US telah menawarkan senjata api kepada Perancis dalam peperangan
menentang Ho Chi Minh dan Viet Minh.
14) Guetemala
(1954) CIA mengguling pemerintahan Arbenz yang dilantik secara Demokrasi dan
meletakkan Kolonel Arnas dalam kekuasaannya.
15) Mesir
(1956) US Marin bertindak untuk memindahkan orang asing selepas Nasser
menasionalisasikan Terusan Suez.
16) Cuba
(1961) Pencerobohan Bay of Pigh yang diarahkan oleh CIA gagal untuk
menggulingkan kerajaan Castro.
17) Cuba
(1962): US Marin mengkuarantin Cuba semasa krisis Peluru Berpandu Cuba.
18) Panama
(1964) : Pembunuhan orang Panama semasa memprotes kehadiran Amerika Syarikat di
Zon Terusan.
19) Indonesia
(1965) : CIA telah mengatur satu rampasan kuasa ketenteraan.
20) Republik
Dominican (1965-66) : Campur tangan US dalam pilihan raya disana.
21) Chile
(1973) : CIA mengaturkan rampasan kuasa dan membunuh Presiden Allenda yang
dipilih secara Demokrasi.
22) Angola
(1976-1992) : Menyokong pemberontak menentang Marxist Angola.
23) Libya
(1981): US menembak jatuh 2 pesawat Libya.
24) Iran
(1987-1989): US masuk campur dengan berpihak kepada Iraq semasa perang
Iran-Iraq.
25) Arab
Saudi (1990-1991): US masuk campur dengan berpihak kepada Arab Saudi ketika
peperangannya menentang Iraq.
26) Kuwait
(1991): Perang Teluk pertama, US dihantar ke Kuwait untuk menggulingkan Saddam
Husein (Iraq).
27) Somalia
(1992-1994): US menakluki Somalia semasa perang saudara.
28) BOSNIA
(1993-1994): Jet Tentera US telah mengebom “No Fly Zone” semasa peperangan
saudara di Yugoslavia.
29) Sudan
(1998): Peluru Berpandu US menembak komplek farmasi yang dituduh disitu ada
komponen gas saraf.
30) Afganistan
(1998): Peluru Pandu US jatuh keatas kem orang Afganistan yang dituduh adanya
aktiviti latihan pengganas.
31) Iraq
(1998-1999): Perang Teluk ke-3, peluru pandu dijatuhkan dibandar Iraq selama 4
hari. Menguatkuasakan “No Fly Zone”.
32) Yugoslavia
(1999): US lakukan pengebom dalam 11 minggu untuk menentang Milosevic.
3.
Peranan
CIA pada masa Orde Lama
a. Amerika
Serikat dan Penggulingan Soekarno
Penggulingan
yang dilakukan oleh lawan-lawan politiknya Soekarno sangat halus, bahkan
dukungan Amerika Serikat sekalipun dengan memakai kedok pemberantasan komunis
di Asia, termasuk misinya untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno yang di
isukan berkiblat Komunis.
Peter
Dele Scot, mengatakan bahwa banyak pejabat politik anti di Washington, terutama
dalam Direktorat Perencanaan CIA, sudah lama berkeyakinan politik anti komunis
mengharuskan disingkirkannya Soekarno maupun PKI, (memo CIA tanggal 27 Maret
1961. Lampiran A, hl. 8 Indonesia, 22 Oktober 1976), selanjutnya Peter dele
Scott menambahkan bahwa “setelah Lyndon Johson menjadi presiden Amerika, boleh
dikatakan segera terjadi perubahan politik yang lenih anti Soekarno, ini jelas
dari keputusan Johson di bulan Desember 1964 untuk menghentikan bantuan
ekonomi”. (Peter Dele Scot 1999:58).
Secara
psikologis bangsa Indonesia merasa dijajah dan dikucilkan oleh negara maju
semacam Amerika tersebut, satu sisi CIA masuk ikut campur dalam pergolakan
politik dalam negeri dan disisi lain dari luar dihentikannya bantuan dari
Amerika.
b. Amerika
Serikat dan Misi Angkatan Darat Indonesia.
Kehadiran para intelejen Amerika
dalam CIA sangat bagus sekali kerja samanya dengan AD Indonesia saat itu. Peta
perpolitikan di Indonesia semakin tidak menentu, karena peran militer ikut
campur dalam pergolakan politik, bahkan AD mengijinkan adanya latihan tentara
Amerika di dalam negeri Indonesia, dan ini salah satu cara untuk meningkatkan
pengaruh AS. Sebagai contoh program politik khusus yang mendukung pemberontakan
regional itu secara resmi telah di setujui di Washington DC pada bulan November
1957, akan tetapi para perwira dan agen telah melakukan kegiatan dikalangan
kaum pembangkang jauh sebelumnya.
Keputusan nasional Security Countil
(NCS) AS 171 pada tahun 1953 mempertimbangkan latihan militer sebagai suatu
cara untuk meningkatkan pengaruh AS. Usaha-usaha utama CIA ditunjukan kepada
partai-partai perihal politik berhaluan kanan (kaum moderat yang ada disebelah
kanan) sebagaimana NCS 171 menyebut mereka khususnya Masyumi dan PSI, jutaan
dolar telah diberikan CIA kepada Masyumi dan PSI , Scott (1999:34).
Pada tahun 1957-58
menginfiltrasikan senjata dan personel untuk mendukung pemberontakan PBRI /
Permesta melawan pemerintahan Soekarno. Scott (1999:36).
c. Langkah-langkah
AS menghadapi Soekarno
Setelah gagalnya
pemberontakan-pemberontakan yang disponsori CIA, Amerika Serikat mulai
melaksanakan suatu program bantuan militer kepada Indonesia hingga mencapai US$
20 juta setahun. Seorang veteran CIA menyatakan bahwa motif CIA dalam mendukung
pemberontakan tahun 1958 bersifat untuk menekan Soekarno dari pada untuk
menggulingkannya, yaitu memandang kaki Soekarno di atas api .17 sebagaimana
diungkap Scott (1999) anggota CIA Frank Wisner menyatakan secara lebih khusus
lagi untuk meningkatkan ketergantungan Soekarno pada Angkatan Darat dibawah
A.H. Nasution yang anti komunis. Selain Dubes Amerika di jakarta, Allison ,
telah menganjurkan kepada pemerintah Amerika Serikat agar memikat Soekarno
dengan jalan menekan Belanda supaya merundingkan soal Papua Barat. Amerika juga
mulai mendukung Indonesia di PBB. PBB mulai mengenal penyelesaian krisis Papua
Barat dengan damai Bulan November 1959. Tahun 1961telah dibentuk Komando
Operasi Tertinggi (Koti) untuk membebaskan Papua Barat. 18 akhir tahun 1961 tertadi
krisis ekonomi dan Indonesia terperosok ke dalam hiper inflasi. Bulan November
tahun 1962, IMF datang ke Jakarta untuk membahas usaha-usaha perbaikan ekonomi. Sesudah tahun 1962 , ketika
pemerintahan Kennedy, Amerika membantu TNI Angkatan Darat Indonesia dalam
mengembangkan program misi civic-nya. 19 tahun 1963, beberapa kebijakan
Soekarno membuat rakyat semakin menderita dan hal ini menimbulkan protes,
semisal pengurangan anggaran belanja, termasuk untuk militer. Peran CIA dalam G
30 S/PKI untuk menekan Soekarno. Scott (1999) memaparkan bahwa sebelum terjadi
peristiwa G 30 S/PKI telah ada kunjungan ke Washington yang dilakukan untuk
kepentingan Soeharto. Dalam minggu-minggu menjelang coup, CIA telah ambil
bagian dan aktif dalam menggoyahkan perekonomian Indonesia. Sekitar tanggal 30
Juni hingga 1 Oktober , harga beras meningkat empat kali lipat dan nilai dolar
di pasar gelap membumbung tinggi. Bantuan ekonomi secara berangsur-angsur
diberikan kepada Indonesia antara tahun 1962-1965 yang diberengi dengan suatu
kenaikan bantuan militer kepada Angkatan Darat Indonesia. Nilai bantuan untuk
Angkatan Darat tahun 1962-1965 sebeanyak US$ 39,5 juta. Padahal ,selama tahun
1949-1961, bantuan untuk militer Indonesia hanya sebesar US$ 28,3 juta. Yang
tidak kalah menarik, sebelum terjadi Gestapu 30 September / 1 Oktober 1965
telah ada pertemuan antara pejabat Indonesia dengan pengusaha Amerika mengenai adanya
kandungan tembaga bernilai US$ 500 juta di Papua Barat. Hal ini diungkapkan
Scoot setelah memperoleh salinan sebuah telegram rahasia tertanggal 15 April
1965. Telegram rahasia itu menjelaskan tentang Freeport Sulphur menjelang April
1965 telah mencapai suatu pendahuluan dengan para pejabat Indonesia mengenai
apa yang nantinya akan menjadi suatu investasi sebesar US$ 500 juta di bidang
pertambangan tembaga di Papua Barat. 21. Munculnya kolonel pembangkang di
daerah dua tahun setelah Pemilu, yang melahirkan PRRI/Permesta memberi
kesempatan kedua bagi CIA. Tapi, CIA segera angkat kaki ketika pesawat Pope
tertembak di perairan Ambon. Ini juga melengkapi kegagalan PRRI di Sumatera .
Soekarno bergeming dan PKI makin lengket pada kekuasaan presiden. Namun, masih
ada sebuah selah : sejumlah perwira TNI yang anti komunis adalah kawan dekat
Amerika. Perkiraan mengenai jumlah orang yang tewas sebgai akibat operasi CIA
di Indonseia ini berkisar setengah juta orang (Scott, 1999). Amerika Serikat
dan Konflik Indonesia-Belanda Belanda. Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat
berusaha keras menguasi Asia Tenggara sehabis perang.
Dunia kedua, tapi kebangkitan
kekuatan rakyat, dan munculnya partai-partai Komunis Indonesia, Malaya, Birma,
Indonesia dan Filipina merupakan tantangan yang berbahaya bagi kekuasaan
pembela kolonialisme.
Amerika dengan tegas menempuh
politik “the policy of containment” politik pembendungan komunisme. Yang sesuai
Perang Dunia Kedua diprakarssai oleh Truman (Amerika Serikat) dan Churchill
(Inggris).
Di Asia mula-mula Amerika Serikat
mengambil sikap bekerjasama dan membantu Belanda, Perancis dan Ingris untuk
mempertahankan kolonialisme, dan mencegah munculnya pemerintah nasional di
negeri-negeri bekas jajahan. Pemerintah-pemerintah nasional yang muncul dari perlawanan
melawan kolonialisme, tentu saja menempuh politik anti-kolonialisme. Ini
memberi jalan bagi meluasnya pengaruh komunisme. Amerika Serikat tak mengingini
hal ini.
Peranan Amerika Serikat dalam
pertarungan politik di Indonesia menjadi meningkat. Yaitu dalam menghadapi
konflik bersenjata Indonesia melawan Belanda yang segera terjadi semenjak
tahun-tahun pertama revolusi Agustus 1945. Dalam koflik ini sikap Amerika
Serikat sangat jelas memihak dan membantu Belanda.
Amerika Serikat juga memberi
bantuan keuangan untuk berlangsungnya usaha Belanda menguasai kembali
Indonesia. Sebuah laporan CIA tanggal 14 November 1947 menyatakan ; “Di
Indonesia dan Indocina penduduk setempat sudah meraba, bahwa usaha-usaha
Perancis dan Belanda untuk kembali berkuasa berlangsung dengan bantuan Amerika
Serikat. Keresahan penduduk menjadi bertambah dengan meningkatnya kemampuan
Perancis dan Belanda di Asia Tenggara berkat pelaksaan bantuan Rencana
Marshall.
Pada akhir 1947, ketika
perekonomian Belanda dan Perancis mulai pulih, pengaruh komunis di kedua negeri
itu mulai menurun. Tapi sementara waktu itu, kaum komunis tampak akan mencapai
kemenangan di Tiongkok. Menghadapi perkembangan seperti ini Amerika Serikat
menjadi kian khawatir akan semakin meluasnya pengaruh komunisme di Asia. Tidak
ada Jepang, tetapi juga di daerah-daerah pemberontakan anti-kolonialis-
terutama di Indonesia dan Vietnam. Maka pemerintah Truman ketika itu mendukung
kembalinya kekuasaan kolonial, demi untuk menangkal meluasnya komunisme. Dengan
membantu kaum kolonial Belanda dan Perancis, politik Amerika Serikat mempunyai
harapan supaya kedua kekuasaan kolonial ini bisa menangkal perkembangan
pengaruh komunisme. Politik AS yang demikian ini segera berubah, setelah
melihat adanya kemungkinan terbentuknya pemerintahan nasional yang anti-komunis
di Indonesia dan Vietnam. Di Vietnam, Amerika Serikat tampil menjadi pendukung
Pemerintah Vietnam Selatan yang Korup. Amerika Serikat juga sudah
memperhitungkan, bahwa Belanda tak akan berhasil menundukkan perlawanan
anti-kolonial rakyat Indonesia. Bagi Amerika Serikat yang penting ialah
membantu lahirnya pemerintah yang anti-komunis. Dengan demikian “the policy of containment” akan bisa
dilaksanakan dengan menggunakan kekuatan dalam negeri yang bersangkutan. Kaum
komunis Vietnam dihadapkan pada kekuatan anti-komunis Vietnam sendiri. Demikian
pula halnya di Indonesia.
Secara garis besar, langkah CIA
dalam penggulingan sebagai berikut :
1) Program
bantuan militer, persenjataan dan peralatan perang.
2) Untuk
menekan Soekarno, mambantu dukungan terhadap Belanda dan Perancis di Indonesia.
3) Program
misi civic-nya.
4) Memberikan
bantuan dab dukungan kepada pemerintah Anti Komunis .
5) Menerapkan
“the policy of containment”
4.
Dukungan
Amerika Serikat terhadap faksi Suharto sebelum getapu 30 S
Menggambarkan
kepentingan negara adidaya dalam situasi Perang Dingin. “pada masa itu ideologi
adalah panglima, sehingga dinamikanya antara Barat dan Timur. Namun, faktor
intern dalam negerinya yang menentukan terjadinya peristiwa 1965”, ujar putra
almarhum Jenderal Soetojo, yang salah seorang korban peristiwa Gerakan 30
September 1965.
Agus
menegaskan secara umum teori pertentangan antara sipil yang dipimpin Soekarno
dan PKI berhadapan dengan sebagian TNI-AD adalah faktor internal yang menjadi
titik lemah bagi masuknya kepentingan konflik Perang Dingin, dalam hal ini
Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Cina, yang bukan kebetulan dimenangkan oleh
Amerika Serikat yang mewakili Barat. Karena itu, Agus Widjojo meningkatkan,
bila kita bercermin pada kejadian tahun 1965 itu, dalam situasi krisis
multidimensi dan ancaman disintergrasi yang dialami oleh bangsa Indonesia pada
saat ini, pilihannya hanya melakukan konsolidasi dalam satu rekonsiliasi yang
pasti, atau hancur berkeping-keping dalam perang saudara dan intervensi asing
di bidang ekonomi maupun politik.
Keterlibatan
Rusia dan RRC, mengomentari buku yang akan diluncurkan itu, mantan aktivis
angkatan 66 dan Forum Demokrasi, Rahman Toleng, berharap agar jangan Cuma
keterlibatan CIA saja yang dilihat pada waktu peristiwa 1965 tersebut. Dia juga
mengindikasikan keterlibatan agen-agen RRC dan Rusia di belakang peristiwa
tersebut.
Mantan
wakil ketua MPRS, pada tahun 1966, Mayjen (Pur) Abdul Kadir Besar, mengingatkan
faktor di dalam negeri juga berperan seperti pernyataan Anwar Sanusi (anggota
CC PKI/Anggota Front Nasional)bsebelum peristiwa 30 September 1965, bahwa ibu
pertiwi sedang hamil tua. “Itu merupakan sebuah tanda akan terjadi kejadian
besar tertentu. Oleh karena itu, data-data dari dalam negeri pun harus
dijadikan pembanding dokumen CIA tersebut,”ujarnya.
Dari
sumber-sumber pro-Soeharto terutama dari hasil penyelidikan CIA tentang Gestapu
yang diterbitkan tahun 1968, kita mengetahui bahwa beberapa pasukan yang
dilibatkan di dalam apa yang dinamakan pemberontakan Gestapu, yang lebih
penting lagi bahwa Jakarta sebagai pusat Jawa, batalion-batalion yang sama menyuplai
kompi-kompi, juga digunakan untuk menumpas pemberontakan. Dua pertiga brigade
paratroop yang beberapa hari sebelumnya sudah diinspeksi oleh Soeharto,
ditambah satu kompi dan satu peleton yang terdiri dari seluruh kekuatan
Gestapu, semua tapi satu dari unit-unit ini dikomandani oleh seorang yang
sekarang dan dahulu merupakan perwira-perwira Divisi Diponegoro yang dekat dan
merupakan sekutu politik Soeharto, yaitu Basuki Rachmad.
Dua
dari kompi-kompi ini, dari batalion 530 dan 454, merupakan pasukan elit dan
dari tahun 1962 unit-unit ini sudah berada diantara orang-orang penting di
Indonesia yang menerima bantuan Amerika.
Fakta
ini, pada saat ini belum bisa menjadi bukti, telah menimbulkan keinginan tau
kita tentang banyak pimpinan Gestapu yang sudah dilatih di Amerika. Pimpinan
Gestapu di Jawa Tengah, Let Kol. Suherman baru saja kembali latihan di
Laevenworth dan Okinawa, sesaat sebelum pertemuan dengan Untung dan Mayor
Sukirno dari Batalion 454 pada pertengahan Agustus 1965.
Seperti
yang diteliti oleh Ruth Mc Vey (1985:45), diterimanya Suherman untuk ikut dalam
latihan di Fort Leavenworth berarti sudah melalui penelitian CIA.
Dengan
demikian kesinambungan antara keberhasilan Gestapu dan respon Soeharto padanya,
yang mengatasnamakan membela Soekarno dan menyerang Gestapu melanjutkan
tugasnya untuk mengiliminir anggota pro Yani, yang bersama dengan itu juga bisa
mengurangi sisa-sisa pengaruh Yani dan Soekarno.
Bagian
terbesar dari tugas ini tentu saja mengeliminasi kekuatan PKI dan
pendukung-pendukungnya, dalam satu pertumpahan darah, seperti yang diakui oleh
sekutu-sekutu Soeharto yang telah mengorbankan setengan juta orang terbunuh.
Tiga pristiwa ini yaitu, Gestapu, Respon Soeharto dan banjir darah selalu
dikatakan sebagai suatu motive untuk mengambing hitamkan kiri, dan pertumpahan
darah sebagai tindakan kekerasan massal yang irrasional. Pejabat-pejabat
Amerika Serikat, wartawan, para pakar, beberapa di antaranya prominem yang
dekat dengan CIA, adalah secara prinsip bertanggung jawab atas mitos pertumpahan
darah sebagai sesuatu yang spontan, ledakan kemarahan rakyat seperti dikatakan
kemudian oleh Duta Besar Amerika Serikat Jone sebagai pembunuh PKI.
5.
Tumbangnya
PKI Orde Lama dan Lahirnya Orde Baru
Jatuhnya
Orde Lama atau identik dengan tumbangnya Soekarno dari presiden merupakan
peristiwa politik yang cukup menarik dan sanga bersejarah. Dimulai dengan
Supersemar yang memberi “mandat” kepada Jenderal Soeharto untuk memulihkan
keamanan dan politik yang saat iru sangat kacau (Dwi Sukanti, dkk 2007: 189),
sampai ditolaknya Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno.
Supersemar
merupakan pemberian tugas kepada Soeharto bukan pelimpahan kekuasaan. Sebagai
orang yang diperintahkan pemegang Supersemar berkewajiban melaporkan kepada
Soekarno apa yang dikerjakannya sesuai perintah itu.
Berikut
ini adalah kronologis kejatuhan Soekarno yang dikutip dari berbagai sumber, dan
sebagian besar, dikutip dari buku “Proses Pelaksanaan Keputusan MPRS
no.5/MPRS/1966 tentang Tanggapan Madjelis Permusyawaratan MPRS di depan Sidang
Umum ke-IV MPRS pada tanggal 22 Juni 1966 yang berjudul Nawaksara,” dimulai
dengan dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Untuk
lebih jelasnya perjalanan tumangnya Soekarno dan Soeharto menjadi presiden
sebagai berikut :
a.
Tangga
l11 Maret 1966
Presiden/Panglima
Tertinggi/Pemimpin Revolusi/Mandatarsi MPRS, mengeluarkan Supersemar, yang
isinya antara lain : “Memutuskan dan memerintahkan : kepada Letnan Jenderal
Soeharto, Menteri panglima Angkatan Darat untuk atas nama Presiden/Panglima
Tertinggi Pemimpin Besar Revolusi.
1) Mengambil
segala tindakan yang dianggap perlu utuk terjaminnya keamanan dan ketenangan
serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin
keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar
Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan bangsa dan negara Republik
Indonesia dan melaksanakan dengan pasti segala ajara Pemimpin Besar Revolusi.
2) Mengadakan
koordinasi pelaksanaan pemerintah dengan panglima-panglima Angkatan lain dengan
sebaik-baiknya.
3) Supaya
melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas dan tanggung jawabnya
seperti tersebut diatas”.
b.
16
Maret 1966
Pangkopkamtib
atas nama Presiden RI mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap sejumlah
15 menteri yang diduga terlibat G-30 S/PKI.
c.
27
Maret 1966
Dilakukan
perombakan terhadap Kabinet Dwikora. Sementara presiden tidak setuju kabinet
itu dirombak. Banyak wajah-wajah baru yang dianggap kurang dekat dengan
Presiden Soekarno. Tapi, tiga hari kemudian, kabinet itu pun dilantik.
d. 22 Juni 1966
Presiden Soekarno membacakan pidato
Nawaksara di depan Sidang umum ke-IV MPRS, dan pimpinan MPRS melalui
keputusannya No. 5/MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966 , meminta Presiden Soekarno
untuk melengkapi pidato tersebut.
e.
6
Juli 1966
Sidang
MPRS ditutup, dan mengeluarkan 24 ketetapan, sebuah keputusan, dan Revolusi. Sudah
satu diantaranya, Tap MPRS No. IX/MPRS/1966, yang menegaskan tentang kelanjutan
dan perluasan penggunaan Supersemar.
f.
17
Agustus 1966
Presiden
Soekarno melakukan pidato dalam rangka peringatan hari Proklamasi yang dikenal
dengan pidato Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Pidato Jas
Merah tersebut mencerminkan sikap Presiden sebagai Mandataris MPR, yang tidak
bersedia untu aturan yang ditetapkan oleh MPRS. Sehingga, hal itu menimbulkan
reaksi masyarakat, dan diwarnai aksi demontrasi dari masyarakat maupun
mahasiswa.
g.
1-3
Oktober 1966
Massa KAMI, KAPRI, dan KAPI,
melakukan demontrasi di depan istana merdeka. Mereka menuntut agar presiden
memberi pertanggung jawaban tentang peristiwa G 30 S/PKI. Kejadian ini
mengakibatkan terjadinya bentrokan fisik dengan pasukan Garnizum, sehingga
memakan korban.
h.
20
Desember 1966
KAMI,
KAPPI, KAWI, KASI, KAMI Jaya, Kagi Jaya, serta Laskar Ampera Arif Rahman Hakim
(ARH) menyampaikan fakta politik kepada MA mengenai keterlibatan Presiden
Soekarno dalam G 30 S/PKI.
i.
21
Desember 1966
ABRI
mengeluarkan pernyataan keprihatinan,yang antara lain berbunyi butir ke-2,
“ABRI akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun, pihak mana pun,
golongan mana pun, yang akan menyelewengkan Pancasila dan UUD 1945 seperti yang
pernah dilaukan PKI pemberontakan Madiun, Gestapu PKI, DI-TII, Masyumi,
PRRI-Permesta serta siapa pun yang tidak mau melaksan keputusan-keputusan
Sidang Umum Ke-IV MPRS”.
j.
31
Desember 1966
Pimpinan MPRS mengadakan musyawarah
yang membahas situasi pada saat itu, khususnya menyangkut pelaksanaan keputusan
MPRS No. 5/MPRS/1966 tersebut diatas, dan suara serta pendapat dalam masyarakat
yang timbul setelah adanya sidang-sidang Mahmillub yang mengadili
perkara-perkara ex. Wapredam I dan ex. Men/Pangau.
k.
6
Januari 1967
Pimpinan
MPRS mengeluarkan surat No A9/1/5/MPRS/1967, ditunjukan kepada Jenderal TNI
Soeharto sebagai pengemban Ketetapan MPRS IX/Panglima Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban. Surat inimenegaskan seputar permintaan bahan-bahan yuridis/hasil
penyidikan. Isinya antara lain : “Pimpinan MPRS mengkonstatasikan bahwa setelah
berlangsungnya sidang-sidang Muhmilub yang mengadili perkara-perkara
ex-Waperdam I dan ex-Men/Pangau, telah timbul berbagai suara dan pendapat dalam
masyarakat yang berkisar pada dua hal pokok, yaitu : Tuntutan penyidikan hukum
untuk menjelaskan/menjernihkan terhadap peranan presiden dalam hubungannya
dengan peristiwa kontra revolusi G 30 S/PKI. Tuntutan dilaksanaknnya keputusan
MPRS Nomor 5/MPRS/1966”.
l.
10
Januari 1967
Presiden
Soekarno menyampaikan pidato pelengkap Nawaksara, yang isinya antara lain :
“Untuk memenuhi permintaan Saudara-saudara kepada saya mengenai penilaian
terhadap peristiwa G-30 S, maka saya sendiri menyatakan :
1) G
30S ada satu “complete overrompeling”
bagi saya
2) Saya
dalam pidato 17 Agustus 1966 dan dalam pidato 5 Oktober 1966 mengutup Gestok.
17 Agustus 1966 saya berkata “sudah terang Gestok kitz kutuk. Dan saya, saya
mengutuknya pula; dan sudah berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas
dan tandas, bahwa “Yang bersalah harus dihukum ! untuk itu kubangunkan
Mahmillub”.
3) Saya
telah autorisasi kepada pidato Pengemban S.P 11 Maret yang diucapkan pada malam
peringatan Isro Mi’radj di Istana Negara, yang antara lain berbunyi :
“setelah saya mencoba memahami pidato Bapak Presiden
pada tanggal 17 Agustus 1966, pidato pada tanggal 5 Oktober 1966 dan pada
kesempatan-kesempatan yang lain, maka saya sebagai salah seorang yang turut
aktif menumpas Gerakan 30 September yang didalangi PKI, berkesimpulan, bahwa
Bapak Presiden juga telah mengutuk Gerakan 30 September/PKI, walaupun Bapak
Presiden menggunakan istilah (“Gestok: Gerakan Satu Oktober, istilah Soekarno,
Red)
m. 10 Januari 1967
Pimpinan
MPRS mengeluarkan catatan sementara tentang pelengkap pidato Nawaksara yang
diumumkan tanggal 10 Januari 1967. Catatan sementara tersebut berisikan, antara
lain : (a) bahwa Presiden masih meragukan keharusannya untuk memberikan
pertanggung jawaban kepada MPRS sebagaimana ditentukan oleh keputusan MPRS No.
5/MPRS/1966. (b) perlengkapan Nawaksara ini bisa mengesankan seolah-olah dibuat
dengan konsultasi Presidium Kabinet Ampera dan para Panglima Angkatan
Bersenjata”.
n.
20
Januari 1967
MPRS
mengeluarkan Press Release nomor 5/HUMAS/1967 tentang hasil musyawarah pimpinan
MPRS tanggal 20 Januari 1967, yang isinya (terdiri empat point besar) antara
lain (poin ke-4): “Perlu diterangkan bahwa dalam menghadapi persoalan-persoalan
penting yang sedang kita hadapi, soal Nawaksara, soal penegakan hukum dan
keadilan, soal penegakan kehidupan kontitusional, pimpinan MPRS sejak beberapa
lama telah mengadakan tindakan-tindakan dan usaha-usaha koordinatif dengan
pimpinan DPR-GR, Presiden kabinet khususnya pengemban MPRS No. IX, dan
lembaga-leambaga negara maupun lembaga-lembaga masyarakat lainnya.”
o.
21
Januari 1967
Mengeluarkan
hasil musyawarah pimpinan MPRS lengkap, yang terdiri dari tiga butir besar,
antara lain (poin II). “Bahwa Presiden alpa memenuhi ketentuan-ketentuan
konstitusional sebagai ternyata dalam surat beliau No. 01/Press/67, khususnya
yang termaktub dalam rangka Romawi I : “Dalam Undang-Undang Dasar 1945, ataupun
dalam ketetapan dan mandataris harus memberikan pertanggungan jawab atas
hal-hal yang “cabang” . Pidato saya yang saya namakan Nawaksara adalah atas
kesadaran dan tanggung jawab saya sendiri, dan saya memaksudkannya sebagai
semacam “progress-report sukarela” tentang pelaksanaan mandat MPRS yang telah
saya terima terdahulu”. Yang berarti mengingkari keharusan bertanggung jawab
pada MPRS dan hanya menyatakan semata-mata pertanggung jawab mengenai
Garis-garis Besar Haluan Negara saja….”.
p.
1
Februari 1967
Panglima
Operasi Pemulihan keamanan dan ketertiban, Jenderal Soeharto, dengan nomor
surat R.032/1967, sifatnya rahasia, dengan lampiran 2 berkas , serta perihal :
bahan-bahan yuridis/hasil pengudikan. Petikan laporan Team, pada bagian
Pendahuluan itu, antara lain sebagai berikut : “Tujuan penyusunan naskah
laporan ini untuk menyajikan data dan fakta yang telah dapat diperoleh selama
dalam persidangan Mahmillub semenjak perkara Njono daan Sastroredjo, yang dalam
pengumpulannya ditunjukan untuk memperoleh bahan gambaran yang
selengkap-lengkapnya terhadap Pertanggung-jawab Yuridis Presiden dalam
peristiwa G-30-S/PKI. Berdasarkan hasil-hasil persidangan tadi , maka Presiden
harus mempertanggung-jawabkan segala pengetahuan, sikap dan tindakannya , baik
terhadap peristiwa G 30 S/PKI itu sendiri maupun langkah-langkah penyelesaian
yang merupakan kebijaksanaan Presiden selaku Kepala Negara dan Panglima
tertinggi ABRI di dalam menjalankan pemerintahan negara dimana kekuasaan dan
tanggung-jawab ada di tangan Presiden, sesuai ketentuan yang terdapat dalam UUD
1945 beserta penjelasannya.”
q.
9
Februari 1967
Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) mengeluarkan Revolusi tentang
Persidangan Istimewa MPRS, yang meminta kepada MPRS untuk mengundang dan
menyelenggarakan Sidang Istimewa MPRS selambat-lambatnya bulan Maret 1967,
serta meminta kepada Pemerintah c.q. Ketua persidium Kabinet Ampera selaku
panglima Operasi Pemulihan keamanan dan ketertiban/pengembangan ketetapan MPRS
No.IX/MPRS/1966 untuk memberikan keterangan dan bahan-bahan dalam sidang
istimewa tersebut untuk menjelaskan peranan Presiden dalam hubungannya dengan
peristiwa Kontra Revolusi G-30-S/PKI untuk dapat dijadikan pegangan dan pedoman
para Wakil Rakyat dalam menggunakan wewenang dan kewajibannya dalam Sidang
Istimewa MPRS.
DPR-GR
mengeluarkan Penjelasan atas usul Resolusi DPR-GR tentang Sidang Istimewa MPRS.
Pada tanggal yang sama DPR-GR mengeluarkan memorandum mengenai
pertanggung-jawab dan kepemimpinan Presiden Soekarno dn Persidangan Istimewa
MPRS.
r.
13
Februari 1967
Para panglima mengadakan rapat
membahas masalah pendekatan Presiden Soekarno tersebut. Sesudah bertemmu dengan
presiden, kemudian mereka sepakat untuk tidak lagi melakukan pertemuan
selanjutnya.
s.
16
Februari 1967
Pimpinan
MPRS mengeluarkan keputusan No.13/B/1967 tentang Tanggapan terhadap pelengkap
pidato Nawaksara, yang isinya : “Menolak pelengkapan pidato Nawaksara yang
disampaikan dengan surat Presiden No. 01/Press/’67 tanggal 10 Januari 1967,
sebagai pelaksanaan keputusan MPRS No. 5/MPRS/1966. Dan pada tanggal yang sama
dikeluarkan pula keputusan MPRS No. 14/B/1967 tentang penyelenggaraan dan acara
persidangan Istimewa MPRS.
t.
20
Februari 1967
Presiden
Soekarno memberikan pengumuman, yang isinya antara lain : “kami, Presiden
Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima tertinggi angkatan bersenjata
Republik Indonesia, setelah menyadari bahwa konflik politik yang terjadi dewasa
ini perlu segera diakhiri demi keselamatan rakyat, bangsa dan negara, maka
dengan ini mengumumkan : Pertama : kami,
Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima tertinggi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengemban
ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa
Undang-Undang Dasar 1945. Kedua : pengemban ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966
melaporkan pelaksanaan penyerahan tersebut kepada Presiden, setiap waktu dirasa
perlu. Ketiga : Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, para pemimpin
msyarakat, segenap Aparat pemerintahan dan seluruh Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia untuk terus meningkatkan persatuan, menjaga dan menegakkan revolusi
dan membantu sepenuhnya pelaksanaan tugas pengemban ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966 seperti tersebut diatas. Keempat : Menyampaikan dengan ppenuh rasa
tanggung-jawab pengumuman ini kepada rakyat dan MPRS .semoga Tuhan Yang Maha
Esa melindungi rakyat Indonesia dalam melaksanakan cita-citanya mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. “ Pengumuman ini
ditandatangani pada tanggan 20 Rebruari 1967 oleh Presiden Republik
Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi ABRI, Soekarno.
u.
23
Februari 1967
Jenderal
Soeharto, Pengemban Ketetapan MPRS No.IX/1966, melakukan Pidato melalui Radio
Republik Indonesia. Sianya antara lain : memberi penegasan soal penyerahan
kekuasaan oleh Presiden Soekarno kepada dirinya. Pada tanggal yang sama , 23
Februari 1967, juga DPR-GR mengeluarkan Resolusi No. 724 tentang pemilihan
Pejabat Presiden Republik Indonesia, beserta penjelasan terhadap revolusi
tersebut.
v.
25
Februari 1967
Pemerintah
mengeluarkan keterangan Pers, mengenai telah dilakukannya penyerahan
pemerintahan negara oleh Soekarno kepada Pengemban Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1967, yakni Jenderal Soeharto. Dengan demikian Indonesia memasuki era
Orde Baru.
KESIMPULAN
1. MUNCULNYA
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 perkembangan politik di Indonesia diliputi oleh
pertentangan antara kekuatan PKI dan TNI AD “Demokrasi Terpimpin” dari Presiden
Soekarno, membuka peluang bagi PKI, bahkan PKI semakin mendapatkan dukungan dan
semakin bergairah meningkatkan apa yang disebut Ofensif Revolusioner. Misalnya
mendengung-dengungkan bahwa anti-Nasakom
adalah anti-Pancasila dan kontrarevolusioner serta PKI adalah yang paling
progresif dan revolusioner. Tindakan dan kegiatan PKI semakin nyata dan puncak
kegiatan PKI itu adalah dengan meletusnya pemberontakan G-30-S/PKI.
2. Pertentangan
itu berakhir dengan peristiwa di Lubang Buaya dan dikeluarkan pernyataan Bahwa
PKI dijadikan sebagai partai terlarang di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Masuknya CIA ke Indonesia ada dua kepentingan, pertama adalah misi yang
diberikan oleh Amerika Serikat untuk dunia dan kedua membantu negara-negara
sekutu / sahabat untuk Amerika Serikat untuk membumi hanguskan faham komunis.
Baik secara langsung maupun tidak , dengan cara yang halus maupun dengan kasar.
3. Pada
prinsipnya secara tidak langsung Amerika dengan tangan CIA, bahwa Amerika tidak
berkeinginan Indonesia bersatu dan maju, dengan kata lain Amerika dengan memakai
kedok pemberantasan komunis di Asia, termasuk membantu dalam menggulingkan
pemerintahan Soekarno yang diisukan berkiblat Komunis. Adapun langkah-langkah
Amerika dalam penggulingan Soekarno adalah :
a. Program
bantuan militer, persenjataan dan peralatan perang
b. Untuk
menekan Soekarno, membantu dukungan terhadap Belanda dan Perancis di Indonesia.
c. Program
misi civic-nya
d. Memberikan
bantuan dan dukungan kepada pemerintah Anti Komunis
e. Menerapkan
“the policy of containment”
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasjid,
Harun. 1968. Sekitar Proklamasi,
Konstitusi dan Dekrit Presiden,
Jakarta: PT.
Pelita Ilmu.
Kansil CST,
Julianto. 1984. Sejarah Perjuangan
Pergerakan Kebangsaan
Indonesia,
Erlangga,
Jakarta.
Nazarudin. 1984.
Kemanugalan ABRI dengan Rakyat,
Jakarta : CV. Triosa
Dharma.
Notosusanto,
Nugroho. 1974. Hubungan Sipil Militer dan
Dwifungsi ABRI,
Jakarta :
Pusjaran ABRI.
P&K, 1997, Sejarah Surat Perintah 11 Maret 1966,
P&K, Jakarta
Sanit, Arbi.
1981. Sistem Politik Indonesia,
Jakarta : CV. Rajawali
Saragih , Irwan.
1981. VEIL. Perang Rahasia CIA 1981-1987,
jakarta : Erlangga
Scott, Peter
Dale, 2007, Peran CIA dalam Penggulingan
Soekarno (Edisi revisi),
Jakarta : PT
Buku Kita
Sidky, Mohammad.
1985. Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa
Indonesia,
Jakarta : PT.
Gunung Agung.
Sudiyo. 2002. Pergerakan Nasional, Jakarta : Renika
Cipta
Sumantri, Iwa
Kusuma. 1972. Sejarah Revolusi Indonesia,
jilid ketiga, Jakarta
Susanto, Budi,
dkk. 1993. ABRI Siasat Kebudayaan
1945-1995, Jakarta: Kanisius
Tirtoprodjo,
Susanto, 1966. Sedjarah Revolusi Nasional
Indonesia, Tahapan
Bersenjata
1945-1950, Jakarta : PT. Pembangunan
Yunarti D. Rini,
2003, BPUPKI, PPKI Proklamasi Kemerdekaan
RI, Jakarta:
Penerbit Buku
Kompas Cet. 1,
Internet :
Demokrasi dan
Proses Politik, LP3ES, Jakarta (Copyright
© Sinar harapan)
2002/http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/2002october)
Club.fr/Hartono
Jacques
Leclerc, 2006, Aliran Komunis: Sejarah
dan Penjara,
http://members.fortunecity.com/ edicahy/sejarah