Minggu, 14 Juli 2013

ETIKA PROTESTAN DAN SPIRIT KAPITALISME (TESIS)

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Sejak runtuhnya kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 M, di Eropa terjadi kemunduran dan kemerosotan di segala bidang kehidupan. Kemunduran dan kemarosotan berlangsung selama beberapa abad. Oleh karena itu , zaman kemunduran ini disebut juga zaman kegelapan atau dark ages. pada abad ke-8, hubungan perdagangan Eropa-Asia mengalami kemunduran. Akibatnya masyarakat Eropa terpaksa hidup dari hasil bercocok tanam agraris.
Kerajaan-kerajaan kecil di Eropa muncul dengan latar belakang suku, klan dan dinasti. Peraturan-peraturan yang diberlakukan mengatur tata cara kepemilikan dan penyewaan tanah mulai di kenal. Sistem pengaturan tanah di Eropa itu disebut feodalisme, yang dalam bahasa latin yaitu feodus artinya perjanjian. Feodalisme adalah tata aturan yang mengatur oeminjaman tanah dari negara atau raja yang berkuasa kepada para bangsawan. Tata kehidupan feodalisme ditandai dengan munculnya ekonomi bercock tanam, hal ini akibat terbendungnya pengaruh luar, dikarenakan lalu lintas perdagangan di laut tengah dikuasai para pedagang Islam. Isolasi gegrafi yang terjadi, menyebabkan perubahan dalam tata kehidupan masyarakat Eropa dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Gereja menjadi kekuatan yang dominan dalam mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat pada waktu itu melalui dogma-dogmanya. Akibatnya kehidupan masyarakat menjadi lebih berkembang. Rakyat tidak berdaya menghadapi tindakan yang sewenang-wenang dari kaum bangsawan, raja dan gereja. Sejak akhir abad ke-15, terjadi reformasi yang dipelapori oleh Martin Luther, seorang uskup dari Jerman. Dia mengajarkan bahwa penebusan dosa melalui perantara pendeta tidak perlu, karena manusia dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya dan dapat langsung berhubungan dengan Tuhannya. Pandangan Marthin Luther didukung oleh Yohanes Calvin seorang pendeta dari Swiss, yang mengajarkan bahwa manusia hidup di dunia ini harus bekerja, dan yang lebih dilakukan oleh pendeta Katolik hal inilah yang menjadi latar belakang munculnya spirit kapitalisme.
Masa-masa feodalisme berlaku dan digantikan oleh masa industrialisme, yang ditandai dengan beralihnya perekonomiann agraris menjadi perekonomian industrialis. Daerah-daerah pedesaan tumbuh menjadi kota-kota industri, yang dipimpin oleh para politik modal. Para pemilik modal menginvestasikan modalnya kembali pada bidang-bidang ekonomi yang lain yang pada akhirnya menciptakan akumulasi modal yang lebih besar. Perubahan tersebut terasa dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, kebudayaan, astronomi, kimia dan geografi, sehingga muncullah penemuan baru. Penemuan-penemuan ini menandai lahirnya revolusi industri, yang berdampak pada perkembangan kapitalisme melalui imperialisme dan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa.

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses tumbuh dan berkembangnya Etika Protestan
2. Bagaimanakah proses tumbuh dan perkembangan kapitalisme
3. Apakah hubungan Etika Protestan dan Spirit Kapiltalisme
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisa proses berkembangnya Etika Protestan
2. Untuk menganalisa proses tumbuh dan berkembangnya Etika Protestan
3. Untuk mendeskripsikan hubungan Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme
D. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah (Wagino, 1994 : 30) “urutan langkah-langkah untuk melaksanakan penelitian berikut penjelasan tentang alat-alat yang digunakan untuk melaksanakan langkah-langkah tersebut “.
Langkah-langkah yang dilaksanakan harus logis dan sistematis, sehingga siapapun melaksanakan penelitian dengan mengulang metode yang sama akan memperoleh hasil yang sama dengan tingkat kesalahan yang dapat diperhitungkan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yang bersifat Deskriptif, menurut Melly G. Tan (Koentjaraningrat, 1995:42) adalah bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat.
Metoe dan teknik penelitian yang digunakan meliputi
1.    Heuristik
Prosedur dalam penelitian ini meliputi 4 tahap yang tidak terpisah. Pertama disebut Heuristak, yang kedua kritik, ketiga interpretasi dan terakhir adalah Historiografi. Dalam hal ini peneliti mencari sumber-sumber dan menghimpun buku-buku untuk menentukan kridibilitas informasi, maka memerlukan sumber tertulis, untuk memperoleh itu pengambilan data melalui berbagai perpustakaan. Selanjutnya mencoba merekonstruksi secara sistematika dengan cara mengumpulkan sumber-sumber , mengevaluasi, memverivikasi, mensistansikan kesimpulan yang diperkuat dengan fakta-fakta sejarah.
2.    Verivikasi
Verivikasi adalah penilaian terhadap sumber-sumber. Penilaian meliputi dua aspek (ekstern dan intern) Aspek ekstern mempersoalkan apakah sumber itu merupakan sumber sejati yang diperlukan. Sedangkan aspek intern mempersoalkan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang diperlukan.
3.    Interpretasi
Setelah kritik selesai, langkah berikutnya adalah melakukan interpretasi/penafsiran. Baik analisis maupun sintesis terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber. Berdasarkan data yang dikritik, kita mulai menghimpun banyak informasi mengenai topik yang sedang diteliti.
4.    Historiografi
Berdasarkan data itu disusunlah fakta-fakta sejarah yang telah dibuktikan kebenarannya. Berbagai fakta disusun dan dihubungkan sehingga menjadi kesatuan yang masuk akal. Peristiwa yang sama dimasukkan kedalam keseluruhan konteks peristiwa-peristiwa. Selanjutnya kita mulai menafsirkan fakta-fakta itu dan menyusunnya menjadi kisah sejarah.
E. Teknik pengumpulan data
Dalam pengumpulan data, penulis melakukan studi kepustakaan dengan cara mengkaji buku-buku sejarah, artikel, kamus, eksiklopedi, dan sebagainya yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti. Dalam kegiatan pengumpulan data ini penulis melakukan langkah-langkah berikut :
1.        Evaluasi Data
Maksud dari mengevaluasi data ini, penulis melakukan penilaian terhadap sumber-sumber sejarah yang diperoleh dari berbagai buku, artikel, ensiklopedi dan lain sebagainya, sehingga mendapat gambaran umum tentang suatu peristiwa sejarah yang menjadi kajian dari penulisan ini.
2.        Verifikasi Data
Melalui kegiatan verifikasi data ini, penulis melakukan pengkajian dan pengujian data secara lebih rinci untuk memperoleh data yang valid dan akurat, sehingga dalam pembahasan ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


3.        Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan adalah bertujuan untuk menetapkan hasil temuan data secara sistematis berdasarkan evaluasi dan verifikasi data.
F. Teknik pencatatan data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka digunakan beberapa teknik pencatatan data sebagai berikut :
a.    Memperoleh dokumen atau catatan resmi tertentu sebagai aojek penelitian, dengan tujuan untuk memperoleh data yang akurat dalam melaksanakan penelitian.
b.    Membaca literatur, artikel, atau buku-buku catatan yang berkaitan dengan objek penelitian yang sedang diamati.
G. Teknik analisis Data
Dalam penyusunan penelitian ini digunakan langkah-langkah sebagai pencatatan data yang meliputi : mempersiapkan, mengupulkan data dari berbagai sumber atau buku yang terkait dengan masalah yang ada dijadikan data dalam melaksanakan kegiatan penelitian dilakukan melalui membaca dan mencari informasi dari para penulis yang terkait dengan masalah, kemudian dilakukan melalui sinkronisasi dan integrasi dari masing-masing sumber untuk dijadikan bahan acuan dalam penyusunan.



BAB II
HASIL PENELITIAN

1.    Tumbuh dan Berkembangnya Etika Protestan
a.      Afiliasi agama dan stratifikasi
Membaca secara sekilas statistik mengenai jenis-jenis pekerja di negera maupun di dunia dengan komposisi agama yang beraneka ragam, kita akan menyaksikan frekwensi yang luara biasa dari kondisi yang telah beberapa kali mendorong diadakannya diskusi secara luas di media masa. Kenyataan menunjukkan bahwa para pamimpin bisnis dan pemilik modal maupun para pekerja perusahaan yang berkualitas tingga, staff ahli yang terdidik, baik secara teknil maupun bisnis, ternyata adalah penganut protestan. Hal yang sama terlihat pula dalam angka-angka mengenai afaliasi agama hampir dimana saja kapitalisme – pada saat mencapai puncak ekspansinya – mempunyai kebebasan mutlak untuk mengubah distribusi sosial penduduk sesuai dengan kebutuhan mereka dan juga kebebasan untuk menemukan struktur pekerjaan mereka. Benar adanya bahwa partisipasi relatif yang lebih besar dari para penganut protestan dalam hal kepemilikan modal, manajemen, dan dalam tingkat pekerjaan karyawan yang lebih tinggi pada industri-industri modern dan perubahan-perubahan komersial yang besar mungkin sebagian bisa dijelaskan dalam aspek kondisi-kondisi historis, yaitu suatu aspek pada saat aliansi agama bukanlah sebab dari kondisi-kondisi perekonomian, tetapi dengan tendensi yang cukup populer dalam menilai kedua agama itu. Dari sisi protestan, hal ini digunakan sebagai dasar kritikan terhadap cita-cita askestis (nyata atau hanya dibayangkan) dari pandangan hidup orang-orang katolik. Sementara orang-orang katolik menjawab dengan menuduh bahwa materialisme disebabkan oleh sikularisasi seluruh cita-cita melalui protestanisme. Seorang penulis, yakni Offenbacher (1992, hal 10) mencoba untuk memformulasikan perbedaan-perbedaan sikap mereka terhadap kehidupan ekonomi dengan cara;
Orang-orang katolik biasanya lebih tenang,mempunyai keinginan yang lebih kecil untuk memperoleh sesuatu; mereka lebih menyukai kehidupan dengan kenyamanan yang terjamin walau hanya dengan mendapat penghasilan yang lebih kecil dari pada memilih kehidupan yang dipenuhi resiko dan kesenangan walau jenis pekerjaan itu memberi mereka banyak kesempatan untuk mendapatkan kehormatan an kekayaan. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan, “ memilih makan enak atau tidur enak” dalam kasu ini orang-orang protestan lebih suka makan enak, sedangkan orang-orang katolik lebih suka tidur tanpa terusik”.
Dari uraian diatas kita akan mendapatkan gambaran karakteristik orang-orang katolik di Jerman Utara, dimana kekatolikan sebagai sesuatu yang vital sebagai agama jika dibandingkan dengan bangsa lain. Orang-orang katolik di Perancis dilapiskan kelas-kelas bawah paling tertarik pada kenikmatan hidup. Hal yang hampir sama terjadi pada orang-orang protestan di Jerman yang terserap dalam kehidupan ekonomi yang bersifat duniawi, dan kelompok kelas atas dari orang-orang protestan itu sangat tidak mempedulikan agama. Sehingg dari sini bisa ditarik garis kesamaan bahwa keduniawian dinyatakan dalam kekatolikan dan nimat hidup materialis di nyatakan orang-orang protestan.
Pada masa ekspansi (atau kepercayaan-kepercayaan protestan lainnya) Calvinisme begitu karakteristik dan dalam pengertian khusus hal itu begitu tipikal yaitu bahwa para rahib gereja-gereja Huguenot Perancis dan usahawan (pedagang dan pengrajin) ternyata berjumlah banyak diantara para pengikut baru. Sir William Petty. Dalam pokok kajiannya mengenai alasan-alasan adanya perkembangan kapitalisme di Belanda, bahwa diaspora Calvinistis sebagai tempat persemaian ekonomi kapitalis, seseorang bisa menganggap hal itu sebagai suatu faktor yang menentukan yang menjadi superioritas dari kalangan kebudayaan ekonomi orang-orang Perancis dan Belanda.
Contoh-contoh yang sedikit  tadi sudah dapat membuktikan satu hal, yaitu bahwa semangat untuk bekerja keras, semangat untuk mencapai kemajuan, kebangkitan ketika seseorang mempunyai kecenderungan untuk menganggap etika protestan berasal dari protestanisme, tidak harus dipahami sebagai kenikmatan hidup atau pengertian lain yang serupa yang ada hubungannya dengan pencerahan, Protestanisme kuno dari Luther, Calvin hanya mempunyai hubungan sedikit dengan apa yang kita sebut dengan kemajuan. Bagi semua aspek kehidupan modern dimana para agamanya paling ekstrim tidak berharap untuk menindas atau menekan saat ini, hal itu secara langsung bersifat bermusuhan. Apabila ada kemungkinan ditemukan hubungan yang lebih dalam antara ungkapan-ungkapan khusus dari semangat protestanisme dan budaya kapitalis modern, maka kita harus berusaha untuk menemukannya, untuk mencapai hal yang lebih baik maupun sebaliknya yang lebih buruk, bukan pada apa yang dinyatakan kurang lebih materialistis atau pada nikmatnya hidup anti askestis, melainkan pada karakteristik agama yang murni.
Montesquieu dalam bukunya Esprit des Lois (2002:27) berpendapat bahwa “orang Inggris telah berkembang jauh labih pesat dari pada bangsa lain dalam tiga hal : spiritualitas, perdagangan dan kebebasan”.
b.       Pemikiran Liberal Martin Luther (1517-1530)
Perkembangan peradaban pada abad pertengahan yang ada saat itu hegemoni gereja amatlah besar, membuat kebijakan-kebijakan yang diambil selalu dikaitkan dengan pendekatan teologis. Akhirnya potensi kreatif manusia sebagai makhluk rasional seakan-akan terkebiri oleh institusi Gereja. Sedangkan pada bidang ilmu pengetahuan ketika itu, yang terjadi titik tolak adalah pendekatan-pendekatan yang dipengaruhi oleh Plato dan Aristoteles. Menurutnya, kebenaran sejatai hanya ada dalam alam ide. Dan oleh sebab itu, pengkajian terhadap ilmu pengetahuan kepada halo-halo yang sifatnya umum lebih berharga dari pada hal yang sifatnya khusus. Dengan demikian pendekatan kontemplatif, diskusi, generalistik. Pengaruh dari pemikiran ini adalah bahwa kepentingan bersama lebih baik dari kepentingan individu, bahwa setiap individu tidak bisa menonjolkan memampuan pribadinya tanpa memperhatikan lingkungannya. Sehingga penumpukan kekayaan pada seseorang dianggap hina, dan bunga bank atau riba sangat dilarang sebab mencerminkan kepentingan individu yang besar.
Setelah manusia memandang bahwa hakekat yang umum itu merupakan yang terbaik dalam perkembangan pikiran, maka sekarang setelah munculnya para ilmuwan yang mengkhususkan diri pada pengetahuan-pengetahuan yang khusus telah membuat perubahan dalam pola pandang. Perkembangan semua itu muncul akibat aliran humanisme pada abad ke-14 di kota-kota Italia, seperti Florence dan Venesia. Di sana mulai berkembang menusia individualistis yang modern, “Manusia menjadi suatu individu dalam jiwanya dan hal ini diakuainya bagi dirinya sendiri”. Semenjak itulah bermunculan nilai-nilai prestise yang tinggi diantara masing-masing individu. Aliran Humanisme mempunyai orientasi nilai manusia kepada hal yang sifatnya individualistis. Dengan demikian abad ke-14 ini terjadi pola pandang Humanis yang disertai dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam yang menyadarkan akal manusia akan materi alam. Manusia dengan pola pandang individualistis mempunyai keyakinan bahwa dengan akal mereka dapat melakukan hal-hal yang sifatnya dapat mempermudah hidup manusia. Kesadaran akan kemampuan akal manusia ini membuat institusi gereja yang memposisikan diri sebagai otoritas terakhir akan kebenaran sedikit demi sedikit mulai memudar. Apalagi ketika terjadi reformasi di dalam agama Kristen itu sendiri. Martin Luther sebagai uskup di Jerman mempunyai pandangan yang bertolak belakang dari dogma Katolik pada masanya. Martin Luther sebagai uskup yang taat, memandang bahwa fasilitas penembus dosa yang dilakukan para pendeta katolik malah membuat kewibawaan Paus menjadi turun. Kemudian padangan Luther akan kepuasan adalah suatu penafsiran manusia terhadap agama Katolik. Untuk itu penafsiran otentik akan kitab Bible menurut Luther tidak bisa lagi dimonopoli oleh Paus. Setiap manusia menjadi pendetanya masing-masing dan mampu menafsirkan kitab Bible tersebut.
Calling atau panggilan merupakan suatu konsepsi keagamaan, yang merupakan suatu tugas yang dikehendaki oleh Tuhan, dan hal ini sudah melekat pada diri semua orang Protestan. Kata Calling diterjemahkan dari kitab suci pleh Martin Luther, dan pertama kali digunakan dalam satu ungkapan pada Yesus Sirakh yang kemudian kata itu digunakan dalam setiap wacana harian dari semua orang-orang Protestan. Yang terkandung dalam konsepsi mengenai panggilan, telah ada sejak abad pertengahan, bahkan malahan sudah ada pada masa-masa akhir masa purbakala Hellenistik.
Penilaian atau penafsiran mengenai pemenuhan tugas dalam masalah-masalah duniawi sebagai bentuk yang paling tinggi yang dapat diasumsikan oleh aktivitas-aktivitas moral dari individu. Hal inilah yang secara pasti menyumbangkan signifikansi keagamaan dalam aktifitas duniawi sehari-hari. Konsepsi mengenai penggilan menghasilkan suatu dogma sentral dari seluruh kelompok umat Protestan. Di dalam agama Katolik, bagian-bagian mengenai ajaran-ajaran etika kedalam procepta dan consilia dihilangkan. Satu-satunya jalan hidup yang dapat diterima Tuhan adalah dengan tidak melampaui moralitas duniawi dalam askestisme monastis, tetapi semata-mata melaui pemenuhan kewajiban atau tugas yang diberikan kepada setiap pribadi manusia dengan tingkat kedudukannya masing-masing di dunia, inilah penggilan hidupnya.
Istilah Calling yang diperkenalkan oleh reformasi pada dasarnya merujuk pada ide bahwa bentuk tertinggi dari kewajiban moral bagi individu adalah memenuhi tugas-tugasnya dalam urusan duniawi. Kosep ini memproyeksikan perilaku religius kedalam aktivitas keduniaan sehari-hari. Hal ini sangat kontras dengan kehidupan monastik (dalam rumah ibadah) bagi kaum Katolik, tanggung jawab moral Protestan adalah bersifat kumulatif etika,Siklus Dosa, Perobatan, dan pengampunan yang terus-menerus diulang dalam kehidupan Katolik, tidak ada dalam Protestanisme.
Marthin Luther mengembangkan konsepsi ini pada dekade pertama dari aktivitasnya sebagai seorang reformator. Awalnya, konsepsi ini agak selaras dengan tradisi-tradisi yang berlaku pada abad pertengahan. Marthin luther memandang suatu aktivitas di dunia ini sebagai sesuatu yang bersifat jasmani walaupun hal itu dikehendaki oleh Tuhan. Hal ini merupakan kondisi alami yang sangat diperlukan dalam kehidupan iman,akan tetapi didalamnya, seperti makan minum, secara moral bersifat netral. Dalam hal ini dapat dilihat dari agama katolik pada kehidupan para biarawan atau rahib. Kehidupan monastis bukanklah sama sekali tanpa nilai sebagai sarana pembenaran dihadapan Tuhan, akan tetapi kehidupan itu juga bisa berarti penolakan kewajiban di dunia ini sebagai hasil egoisme diri, dengan tindakan menyingkir dari kewajiban-kewajiban di dunia.
Pernyataan Luther terhadap riba atau bunga dalam bentuk apa saja  menunjukkan suatu konsepsi dari ciri dasar semangat kapitalisme, sebaliknya kerja dalam penggilan tampak sebagai ungkapan yang keluar dari cinta persaudaraan. Dengan demikian dia membuktikan dengan suatu pengamatan bahwa pembagian kerja bisa memaksa setiap orang untuk bekerja untuk orang lain. Oleh karena itu, bagi Luther konsep mengenai panggilan tetaplah bersifat tradisionalitas. Panggilan adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu peraturan keilahian, peraturan yang harus dipatuhi oleh manusia. Kerja dalam aspek penggilan merupakan suatu tugas yang digariskan Tuhan. Reformasi tidak mungkin terjadi tanpa peran dari perkembangan keagamaan pribadi Mathin Luther, dan secara spiritual dipengaruhi oleh kepribadiannya, namun tanpa Calvinisme karya-karya Marthin Luther tidak akan mencapai kesuksesan kongret yang tetap, oleh karena itu, kita akan menggunakannya sebagai titik awal mengenai hubungan antara etika Protestan kuno dengan semangat kapitalisme.
c.    Antara Etika Dan Yohanes Calvin
Perkembangan kerohanian gereja pada zaman pertengahan seperti telah disebut diatas, dimana gereja pada awal abad pertengahan memposisikan diri sebagai otoritas paling akhir mengenai kebenaran dunia dan akhirat. Pola seperti ini membuat daya kreativitas manusia sebagai makhluk rasional terkooptasi oleh gereja. Dengan demikian runtuhnya pemegang otoritas terakhir mengenai keberanan, yakni institusi gereja. Hal ini telah menjadikan kebebasan yang luar biasa dirasakan pada manusia pada saat itu. Keyakinan para penganut agama waktu itu yang mempunyai anggapan bahwa Tuhan sebagai pribadi yang mengawasi kehidupan manusia dikehidupan sehari mereka menjadi berubah kepada Tuhan yang abstrak dan semakin jauh dari kehidupan manusia.
Reformasi gereja yang dipelapori oleh Marthin Luther diteruskan oleh pemuda Swiss, yakni Yohanes Calvin. Sebagai seorang pemuda Calvin sangat tertarik akan pemikiran reforkatifnya Marthin Luther. Menurut Calvin sebagai seorang Kristen dia tidak perlu perantara pendeta atau Paus. Mengenai peleburan dosa bagi penganut aliran Calvinisme, sebagai kristen dia berdiri sebagai individu, dengan demikian dia dapat melakukan hal tersebut dengan dirinya sendiri. Kemudian Calvin mempunyai pandangan bahwa manusia hidup di dunia ini untuk mengapdi kepada Tuhan mereka. Sedangkan mengenai takdir baik buruk paa manusia di akhirat nanti menurut Calvin dapat dilihat dari ciri-cirinya pada waktu manusia masih di dunia antara lain dengan malihat apakah orang tersebut berhasil dalam bekerja di dunia. Apabila seorang Kristen akan masuk nerakan bagi Calvin pada orang-orang Kristen yang tidak giat dalam bekerja tanpa memperhitungkan pandapatan masing-masing (namun dengan kerasnya bekerja pendapatan yang tinggi dengan sendirinya didapatkan).
Bagi manusia pada zaman reformasi, apa yang merupakan hal terpenting dalam kehidupan, dalam keselamatan kekalnya, manusia diharuskan untuk mengikuti jalan hidupnya untuk memenuhi takdirnya yang telah ditentukan baginya dari keabadian. Tak seorangpun dapat mambantunya. Tidak juga imam, karena orang yang terpilih bisa memahami sabda Allah hanya didalam hatinya sendiri. Tidak pula sakramen, karena meskipun sakramen telah ditetapkan oleh Allah agar kemuliannya semakin besar, dan oleh karena itu harus dilaksanakan secara seksama.
Dunia ada untuk melayani kemuliaan Tuhan dan ada hanya untuk tujuan itu semata. Orang-orang kristen terpilih di dunia hanya dimaksudkan untuk memuliakan Tuhan dengan mematuhi firman-firmannya sesuai dengan kemampuan masing-masing pribadi manusia. Akan tetapi Tuhan menghendaki adanya pencapaian sosial dari orang-orang kristen sebab Tuhan menghendaki bahwa kehidupan sosial dari orang-orang kristen semacam itu harus dikelola menurut firman-firmannya, sesuai dengan tujuan-tujuan kehidupan tadi. Aktivitas sosial dari orang-orang kristen di dunia ini terutama adalah in majorem gloriam dei (semua demi kemuliaan Tuhan). Ciri ini kemudian delakukan dalam suatu panggilan hidup yang dapat melayani kehidupan duniawi dari masyarakatnya. Bagi kaum Calvinis menjadi suatu bagian yang menjadi corak dalam sistem etika mereka. Karena cinta kasih persaudaraan hanya bisa dilakukan demi kemuliaan Tuhan.
Doktrin Calvin tentang takdir yang berbunyi : hanya beberapa orang yang terpilih yang bisa terselamatkan dari kutukan, dan pilihan itu sudah ditetapkan jauh sebelumnya oleh Tuhan. Calvin sendiri mungkin bisa merasa yakin atas keselamatannya sendiri atas dasar instrumen kenabiannya: namun tak seorangpun dari pengikutnya yang bisa dipastikan mendapat penyelamatan. Di level Pastoral, terjadi dua perkembangan. Pertama :seseorang menjadi diwajibkan menyakini diri sendiri sebagai “orang yang terpilih” sehingga kurangnya bisa dipandang  sebagai indikasi kurangnya imam. Kedua : performa “kerja yang baik” dalam aktivitas duniawi menjadi diterima sebagai media dimana keyakinan itu bisa ditunjukkan. Akumulasi kekayaan dibolehkan sejauh itu dikombinasikan dengan karir besar dan upaya yang sungguh-sungguh. Akumulasi kekayaan dikecam jika dilakukan hanya untuk menopang mewah bermalas-malasan atau manja.
Calvinisme menyuplai energi dan dorongan moral bagi para wirausahawan kapitalis. Doktrin-doktrin Calvinisme memiliki “konsistensi besi” dalam disiplin habis-habisan yang dituntut dari para pengikutnya.
Organisasi yang bertujuan baik dan tatanan dari kosmos ini terbukti diciptakan oleh Tuhan untuk melayani keperluan umat manusia, sesuai dengan manisfestasi dari kitab suci maupun sesuai dengan intuisi alam. Hal inilah yang menjadikan kerja alam pelayaran faedah sosial impersonal dapat meningkatkan kemuliaan Tuhan. Dalam ajaran Calvin hidup hemat sangat ditekankan bagi penganutnya. Dan yang penting bagi penganutnya aliran Calvin dalan hubungannya dengan perkembangan ekonomi kapitalisme adalah tidak dipertahankannya larangan akan bunga bank seperti yang dilakukan para pendeta katolik.
d.        Lahirnya Konsep Etika Protestan
Etika reformasi Protestan pada abad ke-16 dan ke- 17 juga disertai perubahan-perubahan ekonomis yang mengakibatkan berkembangnya kapitalisme di Eropa Utara, khususnya di Belanda dan Inggris. Korelasi kronologis dan geografis antara agama baru ini dengan perkembangan di bidang ekonomi sampai menimbulkan kesan bahwa Protestanisme memiliki makna kausal bagi timbulnya kapitalisme modern. Meski dalam arti apapun tidak menjadi sebab bagi kapitalisme, yang sudah ada lebih dahulu dalam lingkup yang luas dan terus berkembang, namun etika Protestan memang menjadi perangsang kuat bagi tata ekonomi baru itu. Revisi atau interpretasi ajaran agama tidak hanya membebaskan praktek kapitalis dari dosa orang tamak, tetapi bahkan memberi dukungan ilahiah bagi cara hidup itu. Dalam perilaku hidup sehari-hari, muncullah satu tipe askestisme duniawi baru, yang berarti kerja keras, kesederhanaan, kelugasan dan efisiensi dalam bekerja di bidang ekonomi, seperti halnya dalam kehidupan membiara. Diterapkan dalam suasana perniagaan dan industri yang terus berkembang, kredo Protestan mengajarkan bahwa bertambahnya kekayaan wajib digunakan untuk menghasilkan kekayaan lebih banyak lagi.
Berkembanganya perdagangan pada akhir abad pertengahan menimbulkan kontroversi dan mendorong kearah berbagai usaha penyesuaian antara doktrin-doktrin teologis dengan realitas ekonomi. Di Venesia, Florence, Augsburg, dan Antwerpen semua kota katolik kaum kapitalis melanggar semangat dan memanipulasi surat larangan terhadap pembungaam uang. Dikatakan bahwa setiap jenis pekerjaan sama martabatnya dimata Tuhan. Bagi mereka yang bakatnya terbatas, kesadaran kristen menuntut kerja yang tekun biarpun upahnya rendah, karena semua itu mengabdi Tuhan secara kebetulan untuk para majikan juga. Kesadaran kristen memperingan pula langkah untuk membenerkan ketidaksamaan ekonomis karena ia akan mempercepat akumulasi kekayaan dibawah perwakilan orang-orang paling berbakat (yang kebetulan juga merupakan orang-orang terkaya) sekaligus menjauhkan godaan dari mereka yang lemah, yang tidak dapat menahan diri dari daya tarik yang timbul dari kekayaan. Tambahan lagi, tidak merupakan persoalan benar tentang siapakah yang menjadi pemegang hak hukum atas kekayaan, karena kekayaan itu tidak dipakai untuk bersenang-senang. Seperti orang miskin, orang kayapun harus hidup sederhana sepanjang hidupnya. Maka sistem kapitalis memperolah pembenaran yang bertujuan agar ketidaksamaan bisa ditenggang oleh kelas pekerja.
Semangat kapitalisme sebenarnya sudah ada sebelum tatanan kapitalisme, hal ini terlihat di Amerika sejak tahun 1632. Koloni-koloni yang ada kebanyakan didirikan oleh kapitalis-kapitalis besar dengan motif-motif bisnis, sementara koloni-koloni New England didirikan oleh para pendeta dan lulusan seminari dengan bantuan sebagian para borjuis kecil, pengrajin dan tentara-tentara dengan alasan agama. Kehidupan sosial yang mereka jalankan masih bersifat strukturalis dan dogmatis. Strutur paling atas adalah Paus sebagai pemegang otoritas tertinggi kebenaran baik material maupun spiritual. Kehidupan para uskup, biarawan sebagai struktur kedua, struktur ketiga adalahpara bangsawan, dan struktur keempat adalah rakyat biasa, pengrajin dan para petani sebagai struktur paling bawah. Dengan demikian terjadi pengkotak-kotakan yang sangat tidak manusiawi. Tipe masyarakat yang menempati kelas tertentu secara sosial harus tetap setia pada posisi tersebut tanpa reserve. Model masyarakat seperti ini dizaman pertengahan dapat diterima oleh masyarakat karena agama sebagai institusi sosial yang sangat dipercaya.
Perkembangan borjuis sejajar dengan perkembangan kapitalisme, yaitu dengan mengecualikan peranan kaum Yahudi. Yang lebih penting disini adalah memberikan karakteristik atas situasi ekonomi pada berakhirnya zaman pertengahan dan mulainya zaman modern. Abad ke-16 dan ke-17 oleh Tewney disebut sebagai Critical Period. Dengan dimulainya sekulirasasi dalam teori politik dan reformasi, dominasi teologi atas masalah sosial runtuh, digantikan ilmu pengetahuan. Agama berhenti menjadi petunjuk bagi manusia. Dalam masalah ekonomi semboyan “trade is one thing , religion is another” menjelaskan sikularisasi dalam ekonomi, yaitu pisahnya pertimbangan agama atas kehidupan ekonomi, mencari kekayaan bukan saja suatu advantage tetapi kewajiban agama,dan kapitalisme adalah realisasi dari kecenderungan itu.
Rasionalisasi alam pikiran Eropa menganggap bahwa penghancuran otoritas gereja atas kepentingan ekonomi menjadi sumbangan penting dari abad ke-16 mengakibatkan masalah kekayaan bebas dari ikatan teologis. Sekularisasi dalam kehidupan politik mempunyai peranan penting, karena sangsi atas perdamaian dan tata tertib kehidupan masyarakat tidak lagi pada gereja tetapi pada negara.
Tradisionalis dalam ekonomi ditinggalkan digantikan oleh kaptalisme. Ekonomi tradisional sebagai warisan zaman pertengahan berprinsibkan pemuasan kebutuhan, masyarakat bukan merupakan mesin ekonomi, tetapi suatu organisasi spiritual dengan subordinasi tingkah laku pada pertimbangan moral. Meskipun pada zaman itus udah ada gilda dengan kerja bebas dan tindakan rasional, tetapi tidak dapat dilahirkan susila kapitals sebab ia terikat pada susunan masyarakat yang lebih luas. Individualisme dalam pikiran sejajar dengan perkembangan individualisme dalam ekonomi, yaitu dengan dipakainya prinsip acquisition. Menurut Warner Sombart (1992:60).
“Sistem kapitalis tidak lagi ditentukan oleh kebutuhan yang secara kuantitatif dan kualitatif terbatas bagi seseorang atau sekelompok orang, tetapi keuntungan bagaimanapun besarnya tidak pernah dapat memuaskan tuntutan-tuntutan ekonomis”
Usaha-usaha yang dilakukan oleh para pengusaha swasta dengan menggunakan kapital (uang atau barang dengan nilai uang) untuk mendapat profit, membeli alat-alat produksi dan menjual produk-produk, bisa saja mempunyai karakter tradisionalistis. Hal ini dibenarkan oleh kenyataan sejarah bahwa sikap pemikiran pada satu sisi telah menemukan bentuk ungkapan yang paling sesuai pada usaha-usaha kapitalistis sementara dalam sisi yang lain ikap itu telah memperoleh kekuatan motif yang paling cocok yakni dari semangat kapitalisme. Untuk lebih yakinnya, bentuk kepitalistis dari suatu usaha dan semangat yang dijalankan pada umumnya berada pada beberapa jenis hubungan yang saling melengkapi, tetapi bukan berada pada salah stu dari saling ketergantungan.
Kita ambil contoh paa pertengahan abad yang lalu, kehidupan seorang pemasar cabang-cabang industri di Barat, adalah sangat nyaman menurut ukuran sekarang. Kita bisa membayangkan kegiatan rutinnya : para petani datang dengan membawa pakaian mereka (dibuat dari bahan mentah yang dihasilan sendiri) ke kota tempat tinggal para pemasar, dan setelah penilaian kualitas yang cermat, dia menerima harga yang biasa berlaku pada kain itu. Para pelanggan pemasar itu biasanya adalah para tengkulak, mereka mendatanginya dan mencari kualitas-kualitas tradisional, dan membeli dari persediaan atau melakukan pemesanan. Perolehan penghasilan juga tidak terlalu banyak, cukup untuk menghadapi kehidupan yang layak dan menyisihkan sedikit untuk ditabung. Secara keseluruhan, hubungan dengan para pesaing berlangsung relatif baik, dengan mendasar pada perjanjian-perjanjian bisnis.
Pada waktu tertentu terjadi perubahan esensial dalam bentuk organisasinya, seperti; peralihan dari pabrik terpadu menuju penemuan mekanis, para pemasar pergi ke pedesaan untuk memilih para penenun untuk dipekerjakan, dan mengubah merka dari petani menjadi buruh. Dipihak lain, pemasar akan mengubah metode pemasarannya dengan secara langsung pergi menemui para pelanggannya, mengambil alih rincian usaha ketangannya sendiri, mencari penggan secara pribadi, mengunjungi mereka setiap tahun, dan menyesuaikan kualitas produk secara langsung dengan kebutuhan dan harapan mereka. Pada waktu yang sama, dia akan memberlakukan prinsip-prinsip harga rendah dari produksi besar. Hal ini selalu berulang dimana-mana dan selalu merupakan hasil dari proses rasionalisasi; mereka yang tidak berbuat demikian harus keluar dari arena bisnis. Maka keadaan yang nyaman itu runtuh dibawah tekanan dari suatu perjuangan kompetitif yang sengit, kekayaan yang cukup baik bisa diperoleh, dan tidsk meminjamkan dengan bunga, tetapi malahan dapat selalu menginvestasikan kembali dalam bisnis. Sikap lama yang santai dalam menjalani kehidupan berganti menjadi sikap yang cermat sebab mereka tidak berharab untuk mengkonsumsi tetapi berharab untuk mendapat penghasilan.
Proses revulisioner secara keseluruhan digerakkan dengan beberapa ribu modal yang dipinjam dari beberapa relasi, tetapi semangat baru, semangat kapitalisme bisa berjalan. Perubahan leberal menjadi dasar dalam kesuksesan bisnis seseorang. Hubungan antara kepercayaan keagamaan dengan perilaku hidup cenderung untuk bersifat negatif. Orang-orang yang dipenuhi semangat kapitalisme cenderung untuk tidak peduli dengan gereja, bagi mereka agama hanya sebagai alat untuk menarik mereka keluar dari kerja di dunia ini. Bisnis dengan irama kerja yang tiada henti telah menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka.
Bentuk-bentuk bisnis kapitalistis terutama commerce (perdagangan) dan industria berkambang di dalamnya, hal ini mereka anggap sebagai suatu sumber provit yang legitimate dan oleh marenanya secara etika menjadi tak tercela. Hal ini terutama merupakan sikap kalangan kapitalis itu sendiri. Kehidupan kerja mereka , sejauh mereka berpegang pada tradisi gereja. Uang dengan jumlah besar disumbangkan kepada institusi-institusi keagaman paa saat terjadinya kematian orang-orang kaya. Pemberian uang diberikan sebagai uang tebusan nurani, kadang-kadang uang itu dikembalikan pada para pengutang sebelumnya sebagai asura yang dulu telah dirampas dari mereka secara tidak adil.

2.    Perkembangan Paham Kapitalisme
a.       Latar Belakang Munculnya Kapitalisme
Masyarakat Eropa garda terdepan dalam mengusung wacana kapitalisme leberal pada masa pertengahan masih menjadi masyarakat yang bermata pencaharian dari sektor agraris. Pada masa itu,sistem sosialnya sangat feodalisik. Kehidupan sosial yang mereka jalankanmasih bersifat stukturalis dan dogmatis.stuktur palingatas adalah paus sebagai pemegang otoritas tertinggi kebenaran baik material maupun spiritual. Kemudian para uskup, biarawan sebagai struktur kedua, struktur ketiga mereka adalah para Raja yang membawahi para vasal dan bangsawan sebagai struktur keempat. Dan yang kelima adalah rakyat biasa, pengrajin dan petani sebagai tingkat struktur paling bawah. Struktur kemasyarakatan tadi termanifestasikan dalam alam masyarakat ibarat organisme tubuh. Dengan demikian terjadi pengkotak-pengkotan yang sangat tidak manusiawi. Tipe masyarakat yang menempati kelas tertentu secara sosial harus tetap setia pada posisi tersebut tanpa reserve. Model masyarakat seperti ini di Zaman pertengahan dapat diterima oleh masyarakat karena agama sebagai institusi sosial yang sangat dipercaya pada waktu itu memperkuat pola pandang seperti itu dengan pendekatan yang sangat dogmatis.
Demikianlah gambaran masyarakat yang melandaskan mata pencaharian mereka pada agrikultural. Kemudian pada abad 11 yaitu tatkala perdagangan mulai muncul kembali. Hal ini dimungkinkan setelah rezim Romawi runtuh kota-kota seperti Venesia, Geneo perdagangan dengan Timur Tengah dan Afrika berjalan lagi dan ketika para pengusaha Islam mengizinkan kembali perdagangan dengan daerah-daerah yang mereka kuasai. Perdagangan dan perniagaan itu muncul dikalangan warga kota. Mereka mulai bermunculak metika proses perdagangan berjalan dengan mulus. Dengan melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan warga ketika itu mereka menciptakan kerajinan-kerajinan yang terdiri dari usaha-usaha rumah tangga. Komunitas ini melakukan kegiatan usaha mereka dalam bentuk gilda-gilda yang  membatasi persaingan antar mereka. Dalam organisasi itu terdapat aturan-aturan mengenai izin untuk melakukan usaha sendiri, penetapan harga-harga, metode berproduksi dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut hanya memenuhi pada kebutuhan masyarakat yang terbatas. Perkembangan ekonomi sangat lambat dimana produksi yang dihasilkan hanya untuk lingkungan yang terbatas. Selain itu, peperangan demi peperangan yang dilakukan raja-raja mereka dalam mempertahankan dan memperluas kuasa mereka, membuat penekanan-penekanan tersebdiri terhadap kaum perajin dan petani. Raja memerlukan uang yang sangat besar demi peperangan tersebut. Namun warga kota disini menempatkan diri berbeda dengan kelas-kelas lainnya. Warga kota adalah orang bebas tanpa keterikatan satu sama lain seperti yang terjadi dalam kelas-kelas sosial lainnya, mereka mengembangkan kebudayaan sosial masyrakat. Dengan demikian pengemban kebudayaan bukan lagi jatuh hanya pada rahaniawan. Dan dalam melakukan aktivitas perdagangan mereka memerllukan kemampuan baca tulis, hitung yang memadai. Untuk itu dibangunlah sekolah-sekolah, teknik produksi, dan hukum-hukum perdagangan. Fenomena ini diartikan sebagai cikal bakal terwujudnya zaman Renaissance.
Ketika masyarakat memasuki abad ke-14, perkambangan perdagangan semakin marak. Hal ini mencapai puncaknya ketika orang-orang di negara kota tersebut muncul orang-orang yang ingin mencari keuntungan. Mereka memanfaatkan momentum perubahan yang sedang terjadi di masyarakat. Mereka bukanlah yang termasuk warga kota yang bertahan dalam usaha kerajinan dan berasosiasi pasa gilda-gilda. Orang-orang pengusaha baru ini merasa di kota kesempatan untuk berusaha sudah sangat terbatas karena monopoli gilsa-gilda tadi. Untuk itu para pengusaha berusaha untuk merubah aturan gilda-gilda yang mengikat itu. Dan ini mendapat dukungan dari Raja karena kepentingan raja atas daya keuangan mereka.
Dengan mendirikan mode produksi kapitalis yakni industri yang masih dalam taraf kecil-kecilan. Dalam arti mereka mendirikan usaha tadi di luar kota karena di dalam kota tidak ada gunanya. Pada paraf ini para pekerja bekerja dengan aturan-aturan yang tidak ada batasnya. Perkembangan ini mendapat tanggapan dari masyarakat dengan sangat baik. Akibat dari perluasan lahan untuk membangun pabrik baru sebagai hasil keuntungan yang didapat dari para pengusaha, mereka menginvestasikannya kembali pada sektor ekonomi lainnya. Ini memerlukan lahan yang luas dan mengambil di daerah pedesaan. Dengan demikian para petani yang tadinya melakkukan usaha pertanian akibat dai perluasan lahan tersebut membuat para petani yang tidak memiliki lahan kehilangan pekerjaan mereka. Terlebih setelah ditemukannya teknologi navigasi yang canggih , sehingga banyak ditemukan wilayah-eilayah baru, hal ini memacu perdagangan luar negeri dengan kesempatan pasar lebih luas. Sampai munculnya politik negara-bangsa yang mempunyai lingkup negara yang luas. Sehingga persaingan diantara pemilik modal semakin ketat.
Perkembangan diatas menambah hilangnya petani akan pekerjaan mereka dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt, hal ini menyebabkan para kapitalis mengkorvensikan modal mereka dari memberikan upah tenaga kerja kepada pembelian mesin-mesin produksi. Dibidang tekstil telah ditemukan flying shuttle pada tahun 1733 yang jenny sehingga lebih banyak mata pintal dapat digunakan sekaligus. Dengan perluasan usaha kapitalis industri ini mengakibatkan psoses pemiskinan pada kaum tani. Mereka dipaksa untuk menjadi buruh pabrik buruh pabrik karena lahan mereka diubah menjadi pabrik-pabrik pamilik modal.
1.    Adam mith dan Kapitalisme
Dalam sistem Kapitalisme lembaga-lembaga “hak milik swasta merupakan elemen yang pokok”. Ia menjamin bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mencapai barang-barang ekonomi dari sumber daya melalui cara yang legal, mengadakan perjanjian-perjanjian sehubungan dengan penggunaannya dan apabila perlu menjualnya. Konsep ini timbul dari tulisan John Kocke yang  berpendapat bahwa kekayaan merupakan hak alamiah terlepas dari kekuasaan negara.
Konsep ‘Economic man’ (homo economics) menyatakan bahwa setiap individu dalam sebuah masyarakat kapitalistik dimotivasi oleh kekuatan-kekuatan ekonomi sehingga ia akan bertindak demikian rupa untuk mencapai kepuasan terbesar dengan pengorbanan atau biaya yang sekecil-kecilnya. Konsep ini timbul dari bukunya Adam Smith yang berjudul The Wealth of natians (1776) yang menerangkan prinsip “The Invesible Hand” (tangan tak terlihat). Prinsip ini menyatakan bahwa apabila setiap individu diperolehkan mengejar kepentingan dirinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah maka ia seakan-akan dibina tangan yang tak terlihat untuk mencapai hal yang baik untuk masyarakat.
Pada sistem kapitalisme asa asumsi dasar yang menyatakan bahwa manusia itu serakah dan meterialistis seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith. Keserakahan dan kepentingan pribadi dari tiap-tiap oranglah yang dikelola dalam sistem kapitalisme. Adam Smith tidak merasa khawatir karena sistem persaingan pasar bebas akan menertibkannya. Orang yang terlalu serakah yang mau menjual barangnya terlalu mahal akan terpaksa membatasi keinginannya ini dengan munculnya orang lain yang mau menerima keuntungan yang lebih sedikit dengan menjual barangnya secara lebih murah. Inilah menurut Smith keindahan pasar bebas.
Adam Smith sangat mendukung motto laissez faire-laissez passer, yang menghendaki campur tangan pemerintah seminimal mungkin dalam perekonomian. Smith menghendaki agar pemerintah sedapat mungkin tidak terlalu banyak campur tangan mengatur perekonomian. Biarkan saja perekonomian berjalan dengan wajar tanpa campur tangan pemerintah, nanti akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hands) yang akan membawa perekonomian tersebut kearah keseimbangan. Jika banyak campur tangan pemerintah, menurut Smith justru pasar akan mengalami distorsi, yang akan membawa perekonomian pada ketidak efesianan (ineffeciency) dan ketidak seimbangan.
Pandangan-pandangan Smith ternyata telah menandai suatu perubahan yang sangat revolusioner dalam pemikiran ekonomi. Dimasa sebelumnya, yaitu masa markantilis, negara ditempatkan diatas individu-individu, sebaliknya menurut ajaran klasik dan fisiokrat kepentingan individulah yang harus diutamakan. Bahkan adalah tugas negara untuk menjamin terciptanya kondisi dimana setiap orang bebas bertindak melakukan yang terbaik bagi diri mereka masing-masing. Bagi pendukung pasar bebas, tidak ada jasa yang bisa diperbuat manusia, kecuali yang dapat membuat dirinya lebih maju.
Dalam tulisan-tulisannya, Smith banyak memberikan perhatian pada produktifitas tenaga kerja. Smith mengambil mesimpulan bahwa produktifitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui apa yang disebutnya pembagian kerja (division of labour). Pembagian kerja akan mendorong spesialisasi, dimana orang akan memilih mengerjakan yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuannya, peningkatan kesejahteraan bisa diperoleh dengan meningkatkan laba. Menurut Smith cara terbaik untuk itu ialah dengan melakukan investasi, yaitu membeli mesin-mesin dan peralatan. Dengan mesin-mesin dan peralatan yang lebih canggih maka produktifitas labour ini berarti peningkatan produksi perusahaan. Jika semua perusahaan melakukan hal yang sama, maka output nasioal, yang juga berarti kesejahteraan masyarakat akan meningkat pula.
Adam Smith melalui pemikiran-pemikirannya menciptakan sebuah sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi pasar yang kadang-kadang disebut sistem ekonomi leberal (karena sistem ini memberikan kebebasan yang seluas-luasnya bagi individu-individu atau unit-unit perekonomian untuk melakukan yang terbaik bagi kepentingan mereka masing-masing) atau sistem kapitalis, sehingga Adam Smith dikatakan sebagai peletak dasar kapitalisme liberal.
2.    Perkembangan Kapitalisme
Secara historis perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan individualisme. Gerakan itu juga menimbulkan dampak dalam bidang yang lain. Dalam bidang keagamaan gerakan itu menimbulkan reformasi; dalam hal penalaran melahirkan ilmu pengetahuan alam; dalam hubungan masyarakat memunculkan ilmu-ilmu sosial; dalam ekonomi melahirkan sistem kapitalisme. Karena itu peradaban kapitalis sah (legitimate) adanya. Di dalamnya terkandung pengertian bahwa kapitalisme adalah sistem sosial yamg menyeluruh, lebih dari sekedar suatu tipe tertentu dalam perekonomian. Sistem ini berkembang di Inggris pada abad 18 dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat-Laut dan Amerika Utara. Ada beberapa sifat dasar yang mencirikan kapitalisme sejak awal perkembangannya antara lain :
a.    Pemilikan perorangan (individual qwnership)
Dalam sistem kapitalis pemilikan alat-alat produksi (tanah, pabrik, mesin, sumber alam) dikuasai secara perorangan, bukan oleh negara. Prinsip ini tetap mengakui adanya pemilikan negara yang berwujud monopoli yang bersifat alamiah atau menyangkut pelayanan jasa kepada masyarakat umum.
Penyimpangan peradaban kapitalis dalam pemilikan alat-alat produksi secara perorangan didasarkan pada dua pertimbangan. Pertama, pemilikan atas harta yang bersifat produktif berarti penguasaan atas kehidupan orang lain.kalau negara memiliki semua harta yang bersifat produktif, maka kekuasaan ekonomi dan politik akan mengalami tumpang tindih karena berada dalam satu tangan. Akibatnya perhatian terhadap kebebasan ekonomi perorangan menjadi tidak menentu. Kedua, ada anggapan bahwa kemajuan teknologi lebih mudah dicapai kalau orang menangani urusan atau kepentingannya sendiri dan memiliki dorongan pribadi untuk melakukan hal itu.
b.    Perekonomian Pasar (Market Economy)
Prinsip yang lain dari sistem kapitalis adalah perekonomian pasar. Dalam rasa pra-kapitalis pada umumnya perekonomian bersifat lokal dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pembagian kerja hampir tidak dikenal dan setiap warga harus menangani banyak pekerjaan yang terbesar dikalangan ratusan jenis kerajinan dan spesialisasi. Jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang dan harga yang ditetapkan untuk suatu jenis barang dan jasa sebagoan besar ditentukan oleh kebiasaan nilai kegunaannya. Sebaliknya, perekonomian pasar dalam sistem kapitalis didasarkan pada spesialisasi kerja.setiap orang hanya memasok sebagian kecil kebutuhannya melalui keterampilan dan pekerjaan pribadi. Barang dan jasa tidak dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga produsen sendiri tetapi untuk pasar. Salah satu sifat yang penting dalam perekonomian pasar ialah adanya kedaulatan konsumen. Konsumen tidak hanya bebas dalam memilih barang yang disukainya diantara barang-barang lain yang ditawarkan, tetapi akhirnya melalui pilihan yang dilakukannya, menentukan jenis dan jumlah barang yang akan di produksi.
c.    Persaingan (competition)
Ciri pokok lain dari ekonomi pasar adalah persaingan. Dalam perekonomian pra-kapitalis faktor adat atau kebiasaan dan kegunaan menentukan suatu barang atau jasa berharga atau tidak, dan ada banyak orang yang sama sekali tidak dapat bersaing karena mereka berada diluar beberapa jenis pekerjaan atau perdagangan. Dalam perekonomian modern, alternatif untuk persaingan bisa saja monopoli swasta atau negara. Interaksi yang bebas antara pembeli dan penjual dimuwujudkan dalam menentukan harga barang dan jasa ileh otoritas kenyataan (de facto authority) seperti dalam kasus monopoli swasta, dan penentuan harga barang dan jasa oleh otoritas resmi (legal authority) seperti dalam kasus monopoli negara.
d.   Keuntungan (profit)
Perokonomian kapitalis memberikan lebih banyak kesempatan untuk meraih keuntungan dari pada perekonomian yang lain kerena dalam perekonomian kapitalis dijamin adanya tiga kebebasan yang biasanya tidak ditemukan dalam sistem yang lain. Ketiga kebebasan itu adalah kebebasan dan menentukan pekerjaan. Kebebasan hak pemilikan, dan kebebasan mengadakan kontrak. Sistem kapitalis digambarkan sebagai sistem keuntungan (profit sistem) dan juga sistem rugi (loss sistem). Sekalipun diakui bahwa dibawah sistem kapitalisme banyak orang dapat meraih keuntungan yang tinggi, tetapi juga diakui bahwa dalam sistem itu begitu banyak orang menderita kerugian yang besar.
Bentuk baru perekonomian pasca industri disebut perekonomian jasa (service economy) perkembangan perekonomian jasa telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap stabilitas perekonomian kapitalis maju. Marx menegaskan bahwa sebab utama disintegrasi atau perpecahan kapitalis adalah keberhasilan dan kemerosotan ekonomi yang terjadi silih berganti yang menyebabkan inflasi dan pengangguran dalam masa-masa tertentu. Perubahan substansial secara periodik lebih banyak terjadi pada sektor yang memproduksi jasa, karena produksi barang bisa berlebihan dan karena itu harus disimpan,sedangkan produk jasa tidak bisa disimpan. Karena itu dalam produksi jasa biasanya terjadi keseimbangan yang lebih aman dari pada dalam produksi barang, dan hal itu akan menyebabkan kestabilan pekerjaan yang lebih terjamin pada bidang yang memproduksi jasa (sekolah, rumah sakit dan bank) karena banyak pelayanan jasa disediakan oleh badan pemerintah atau swasta yang tidak mencari keuntungan, biasanya terdapat keamanan pekerjaan yang lebih terjamin dalam badan tersebut daripada dalam perusahaan yang memproduksi barang yang sebagian besar dijalankan oleh swasta.
Kapitalisme telah melaksanakan transformasi yang luas untuk menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi yang didampakkan oleh perluasan sektor ekonomi yang tidak mengejar keuntungan, serta berbagai perubahan sosial yang diakibatkan oleh kebijaksanaan negara kemakmuran. Kalau kapitalisme kita artikan sebagai Laissez Faire dan sosialisme sebagai pemikiran alat-alat produksi oleh negara, maka sistem ekonomi yang baru dan terus berkembang ini tidak dapat kita sebut kapitalis atau sosialis. Biasanya sistem itu disebut “Perekonomian Campuran” (mixed economy) yang mengombinasikan inisiatif dan milik swasta dengan tanggung jawab negara untuk kemakmuran sosial.
3.    Revolusi Industri dan Kapitalisme
a.       Eropa sebelum Revolusi Industri
Sejak runtuhnya Romawi Barat pada tahun 476 M, di Eropa terjadi kemerosotan dan kemunduran di segala bidang kehidupan. Kemunduran dan kemerosotan itu terjadi selama beberapa abad. Oleh karena itu, zaman disebut kegelapan (dark ages). Sejak abad ke-8 hubungan perdagangan Eropa-Asia mengalami kemunduran. Muncul kerajaan-kerajaan baru di Eropa, bangsa Vandal mendirikan kerajaan di Spanyol dan Afrika Utara, bangsa Ostrogoths dan Lombard menguasai Italia Utara, suku Franks di Prancis, suku-suku Anglo Saxon membentuk kerajaan Inggris, serta suku Hun membangun kekuasaan di Hongaria.
Tata kehidupan feodalisme ditandai munculnya ekonomi bercorak pertanian, hal ini akibat terbendungnya pengaruh dari luar, dikarenakan lalu lintas perdagangan di Laut Tengah telah dikuasai para pedagang Islam. Isolasi geografi yang terjadi, menyebabkan perubahan dalam tata kehidupan masyarakat Eropa dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Gereja mempunyai pengaruh yang kuat dalam seluruh tata kehidupan masyarakat Eropa. Pengaruh itu terdapat dalam keyakinan masyarakat umum, bahwa ajaran gereja adalah kebenaran tertinggi. Ajaran gereja adalah peraturan yang tidak bisa dibantah. Dengan demikian, ajaran gereja dijadikan pegangan gidup. Sementara itu, ruang gerak kebebasan berpikir dipersempit.
Ilmu agama (theologia) dan filsafat berperan penting dalam kehiduan masyarakat, sedangkan ilmu-ilmu lain hanya sebagai pelengkap. Bahkan filsafat yang merupakan dasar segala ilmu dijadikan hamba yang harus mengabdi kepada thelogi. Kehidupan seperti ini berlangsung sangat lama, rakyat tidak berdaya menghadapi tindakan yang sewenang-wenang dari kaum bangsawan, raja dan gereja namun demikian, sejak akhir abad ke-15 muncullah para pemimpin masyarakat yang tidak puas dengan kekuasaan kaum bangsawan, rajadan gereja. Oleh karena itu, mereka berusaha melepaskan diri dari lingkaran kekuasaan istana dan gereja.
Renaissance adalah suatu aliran yang timbul pada abad pertengahan di Eropa. Renaissance berarti kebangkitan kembali sebuah kebudayaan dalam segala bidang kehidupan pada zaman Yunani dan Romawi kuno. Kebangkitan itu bertujuan untuk melepaskan diri dari feodalisme yang didominasi oleh istana dan gereja. Renaissance yang menjunjung tinggi kemampuan manusia. Oleh karena itu, sifatnya individualistis dan mementingkan keduniawian (kebendaan). Pada zaman renaissance, manusia dididik untuk memehami arti kahidupan tanpa meninggalkan nilai luhur yang diwariskan nenek moyangnya. Diantaranya kehidupan untuk memilih hidupsendiri dan kebabasan untuk berusaha tanpa terikat oleh apapun. Pusat-pusat perkembangan gerakan renaissance pada awalnya berpusat dikota-kota pelabuhan di Italia, seperti Florence, Genoa dan Venesia. Kota-kota dagang itu nerupakan tempat tinggal para cendekiawan dari Bizantium, hal ini terjadi setelah Bizantium dikuasai Kesultanan Turki Usman.
Dengan munculnya renaissance membuat masyarakat Eropa mempunyai pola pandang yang baru akan dunia dan alam semesta. Mereka mempunyai pemahaman yang sangat rasional sebagai akibat perubahan filosofi atas pemaknaan dunia. Manusia abad renaissance mempunyai motivansi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan alam dengan mempelajari hukum-hukum alam. Dengan ditemukannya mesin cetak pada tahun 1450 menegakibatkan terpecahkannya masalah mengenai kelas yang mengemban misi budaya yang jika pada zaman pertengahan hanya dipegang oleh para rohaniawan dan warga kota yang berdagang. Setelah ditemukannya mesin cetak seluruh manusia di muka bumi ini mendapatkan kesempatan sebagai pengemban misi budaya.
Humanisme berusaha untuk menempatkan manusia sebagai pribadi yang otonom (berdiri sendiri, bebas dan bertanggung jawab) disamping itu, gerakan tersebut juga ingin mengabdikn diri kepada ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk kepentingan manusia. Golongan humanis berhasil menemukan norma-norma kehidupan, ilmu pengetahuan dan filsafat dari zaman Yunani dan Romawi dari tokoh Socrates, Aristoteles, Plato an sebagainya. Ajaran itu menjunjung tinggi norma-norma tentang hak persamaan dan hak kebebasan dalam kehidupan manusia. Jiwa renaissance dan humanisme bertujuan untuk melebihi kejayaan yang dicapai pada Zaman kuno. Kedua paham tersebut menjiwai kehidupan bangsa Eropa sejak tahun 1350 dan mencapai puncaknya tahun 1500-an. Ada beberapa faktor yang mendorong lahirnya renaissance, faktor-faktor tersebut antara lain :
1.    Munculnya kembali perdagangan antara Eropa dengan dunia Timur setelah perang salib (1096-1291).
2.    Munculnya kaum borjuis, yaitu warga kota dipusat-pusat perdagangan. Sebagai pengusaha kaya mereka menjadi pendukung utama lahirnya renaissance dan humanisme.
3.    Peristiwa jatuhnya kota Konstantinopel tahun 1453  ke tangan penguasa Islam Turki Usman. Peristiwa itu menyebabkan banyak pujangga lari ke Italia dan menetap di Florence maupun Venesia.
Masa setelah humanisme adalah masa Aufklarung, yang berarti berkembangnya alam pemikiran manusia kearah yang realistis. Akibatnya zaman itu disebut abad pemikiran, atau dinamakan revolusi agung yang memberikan sifat dan jiwa kepada pemikiran modern. Manusia modern menolak ideologi abad pertengahan. Manusia modern berusaha menafsirkan alam semesta serta dirinya sendiri berdasatkan analisis yang masuk akal. Sehingga kemajuan ilmu pengetahuan manambah semangat keingintahuan serta mempertebal keyakinan golongan rasionalis terhadap hal-hal baru. Perkembangan ilmu pengetahuan pada saat itu  ditandai oleh beberapa penemuan, antara lain Nicholas Copernicus menemukan teori heliosentris, yakni bahwa matahari bentuknya bulat, dan matahari adalah pusat dari seluruh benda antariksa.
b.    Kapitalisme dan Revolusi Industri
Di Inggris, mulai abad ke-18, fokus pembangunan kapitalis bergeser dari perdagangan ke industri. Revolusi industri dapat didefinisikan sebagai periode peralihan dari dominasi modal perdagangan atas modal industri ke dominasi modal industri atas modal perdagangan. Persiapan bagi pergeseran ini mulai lama sebelum ditemukannya sekoci terbang, water frame dan mesin uap, namun perubahan-perubahan teknologis abad ke-18 membuat peralihan itu tampak dramatis.
Industri tekstil Inggris hanya berlangsung sebagai industri pedesaan dan industri rumah tangga selama jumlah kapital tetap yang dibutuhkan oleh produksi yang efesien relatif masih kecil. Perubahan dalam teknologi dan organisasi kembali memindahkan industri ke pusat-pusat perkotaan selama revolusi industri, meski tidak kepusat-pusat perdagangan lama diperkotaan. Akumulasi modal yang terus menerus selama dua atau tiga abad mulai menunjukkan hasil baik pada abad ke-18. Kapitalisme menjadi bergerak kuat bagi perubahan teknologi karena akumulasi modal memungkinkan penggunaan penemuan-penemuan baru yang tak mungkin dilakukan oleh masyarakat miskin. Para penemu yang membaharui seperti James Watt mendapatkan rekan bisnis yang mampu membiayai penemuan-penemuan baru melalui tahun-tahun percobaan hingga akhirnya berhasil secara komersial. Richard Arkwright mendapatkan modal untuk organisasi pabrik yang diperlukan dalam pemanfaatan mesin-mesin baru. Sebelum munculnya kapitalisme memang sudah ada masyarakat kaya, namun tak satupun mengelola kekayaannya dengan cara yang memungkinka mereka menarikmanfaat dari metode-metode produksi yang lebih efesien yang secara fisik bisa meningkatkan penguasaan atas alam.
Sesudah revolusi Perancis dan perang-perang Napoleon menyapu bersih sisa-sisa feodalisme dan melonggarkan kekangan-kekangan markantilis, kebijakkan Smith yang menganjurkan untuk membongkar birokrasi negara dan menyerahkan keputusan-keputusan ekonomi paad kekuatan pasar mulai dijalankan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan Laissez Faire dari leberalisme politis abad ke-19 mencangkup pula perdagangan bebas, keuangan yang kuat (dengan standar emas) anggaran belanja berimbang, prinsip yang memulangkan individu-individu kepada diri mereka sendiri dan percaya bahwa interaksi-interaksi yang tidak diatur, akan menghasilkan akibat-akibat sosial yang diinginkan.
Warisan-warisan masa lampau dan berbagai hambatan lainnya merintangi realisasi penuh prinsip-prinsip ini kecuali dalam gerakan perdagangan bebas di Inggris, yang tercermin dalam pencabutan Undang-Undang Jagung pada 1864, merupakan yang terpenting. Kepentingan dan cara berpikir kaum bisnis tidak hanya tercermin dalam kebijakan, melainkan juga dalam filsafat hidup pribadi maupun filsafat hidup negara. Utilitarisme, meterialisme, kepercayaan naif kepada tipe kemajuan tertentu, tempramen karya kreasi seni, semua dapat ditelusuri ke semangat rasionalisme yang memancar dari kantor kaum bisnis. Di banyal negara, para pengusaha bukan kapitalis menunjang kepentingan kaum bisnis dan mengadopsi pandangan-pandangan mereka. Para penguasa bukan kapitalis menjadi apa yang sebelumnya tidak pernah terjadi, yakni kaki tangan kaum bisnis. Ini merupakan sukses dari kaum kapitalis mengangkat kaum borjuis keposisi yang untuk sementara amat berpengaruh. Sokses ekonomi menghasilkan kekuatan politis, yang pada gilirannya melahirkan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan proses kapitalis. Jadi para industrialis Inggris memperoleh perdagangan bebas dan pada gilirannya perdagangan bebas merupakan faktor utama dalam suatu periode ekspansi ekonomi yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
c.    Hubungan Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme
Etika ekonomi yang diajarkan oleh Katolisisme abad pertengahan menciptakan banyak hambatan bagi perkembangan kapitalis dan bagi ideologi kapitalis. Kebencian terhadap kemakmuran material merupakan kelanjutan ajaran para padri Katolik yang melawan Mamoisme. Santo Agustinus menganggap bahwa berdagang itu buruk karena menjauhkan manusia dari usaha mencari Tuhan. Sepanjang abad pertengahan, perdagangan dan perbankan dianggap sebagai kejahatan yang diperlukan. Meminjam uang dengan memungut bunga dianggap tidak layak dilakukan oleh seorang Kristen. Sehingga pada saat dimana kegiatan itu diserahkan kepada orang-orang non Kristen. Membungakan uang merupakan pelanggaran hukum karena ada Undang-Undang antiriba dari penguasa gereja maupun penguasa seluler, spekulasi dan praktek riba melanggar doktrin pokok ekonomi abad pertengahan, yaitu harga yang adil.
Berkembangnya perdagangan pada akhir abad pertengahan menimbulkan konstroversi dan mendorong ke arah berbagai usaha penyesuaian antara doktri-doktrin teologis dengan realitas ekonomis. Di Venesia, Florence, Augburg, semua kota Katolik, kaum kapitalis melanggar semangat dan memanipulasi surat larangan terhadap pembungaan uang. Menjelang revormasi Protestan, kaum kapitalis yang masih dibayang-bayangi dosa orang tamak oleh karena kedudukannya, telah menjadi tidak teladan bagi pemerintah sekuler dan sejumlah besar orang yang tergantung kepada mereka untuk memperoleh pekerjaan.














KESIMPULAN

1.    Etika Protestan lahir karena adanya reformasi gereja yang dipelapori oleh Marthin dan diteruskan oleh Calvin. Karena adanya etika protestan mengakibatkan kurangnya pamor gereja dan bangkitnya kreatifitas manusia, sehingga lahirlah berbagai penemuan baru , diantara etika protestan itu menekankan bahwa penebusan dosa bisa dilakukan oleh masing-masing individu tanpa perantara pendeta. Kerja keras dan hidup hemat dianjurkan dan tidak dipertahankannya larangan akan bunga bank seperti yang dilakukan oleh para pendeta Katolik. Keduniaan lebih dinyatakan dalam kekatolikan dan nikmat hidup materialisme dinyatakan oleh orang-orang pro protestan yang terlihat dalam kehidupan orang Katolik Perancis dan Jerman
2.    Semangat kapitalisme sudah ada sebenarnya sebalum tatanan kapitalis hal ini terlihat di Amerika sejak tahun 1632. Koloni-koloni yang ada kebanyakan  di dirikan oleh kapitalis-kapitalis besar dengan motif-motif bisnis sementara koloni-koloni New England didirikan oleh para pendeta dan lulusan seminari  dengan bantuan sebagian para borjuis kecil, pengrajin dan tentara-tentara dengan alasan agama. Kapitalis merupakan bagian dari gerak dan individualisme yang minimbulkan dampak dalam bidang yang lain. Dalam bidang agama menimbulkan gerakan ini menimbulkan reformasi dalam hal penalaran melahirkan ilmu pengetahuan alam, dan hubungan masyarakat memunculkan ilmu-ilmu dan dalam ilmu sosial, dan dalam ekonomi melahirkan sistem kapitalisme, karena itu peradaban kapitalis sah (legitimate) adanya didalam terkandung pengertian bahwa kapitalisme adalah sistem sosial, yang menyeluruh, lebih dari sekedar suatu tipe tertentu dalam perekonomian. Sistem ini berkembang di Inggris pada abad ke-18 dan kemudian menyebar luas kekawasan Eropa Barat Laut dan Amerika Utara dan setelah revolusiindustri di Inggris kapitalisme dengan cepat mendunia.
3.    Hubungan etika protestan dan spirit kapitalis dimulai timbulnya etika protestan dan pada abad ke 16 dan 17 juga disertai perubahan-perubahan ekonomis yang mengakibatkan berkembangnya kapitalisme di Eropa Utara, khususnya di Belanda dan Inggris. Korelasi kronologis dan geografis antara agama baru itu (protestan) dengan perkembangan di bidang ekonomi sampai menimbulkan kesan bahwa protestalisme memiliki makna kausal bagi timbulnya kapitalis modern. Meski dalam arti apapun tidak menjadi sebab bagi kapitalisme yang sudah ada lebih dahulu dalam lingkup yang luas dan terus berkembang, namun etika protestan memang menjadi perangsang kuat bagi tata ekonomi baru itu.
Dalam prilaku hidup sehari-hari muncullah satu tipe ashetisme dunia baru, yang berarti kerja keras, kesederhanaan, kelugasan dan efesiensi dalam bekerja dibidang ekonomi, seperti halnya dalam kehidupan biara. Diterapkan dalam suasana perniagaan dan industri yang harus berkembang, kredo protestan mengajarkan bahwa bertambahnya kekayaan wajib digunakan untuk menghasilkan kekayaan lebih banyak lagi, calumisme sebagai orang kedua dari tokoh reformasi setelah Martin Rather. Memulai energi dan dorongan moral bagi para wirausahawan “kapitalis”

DAFTAR PUSTAKA

Max Weber. 1992. Etika Protestan dan Spirit Kapitalis. Cetakan I. Penerbit
PUSTAKA PELAJAR, Yogyakarta.
Dawam Raharjo. 1987. Kapitalisme Dulu dan Sekarang. LP3S. Jakarta.
William Ebenstein dan Edwin Fogelman. 1987. Isme-Isme Dewasa Ini. Edisi
Kesembilan. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Deliarnov. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Edisi Revisi. Penerbit PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kuntowidjojo. 2005. Peran Borjuis Dalam Transformasi Eropa. Penerbit
Ombak, Yogyakarta.
Winardi. 1986. Kapitalisme dan Sosialisme Suatu Analisis Ekonomi Teoritis.
Penerbit Remadja Karya. Bandung.
Frans Magnis Suseno. 2000. Pemikiran Karl marx dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisioner. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Wagner. 1989. Pertumbuhan Gereja dan Peranan Roh Kodus. Penerbit
 Gandum Mas, Malang.
Berger, Peter L. 1990. Revolusi Kapitalis. Penerbit LP3S. jakarta.
Hasan, Johan. 1999. Hakekat kapitalisme dan Keterbatasannya Ekonomi.
Penerbit, Ombak, Yogyakarta.
Taufik Abdullah. 1986. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi.
Penerbit, LP3S, Jakarta.
Layvendecker.  1991. Tata, Ketimpangan dan Perubahan. Penerbit Gramedia,
Jakarta.
Tawnwy R.H. 1990. Religion And The Rise of Capitalism. Penerbit Gandum
Mas, Malang.
Winardi. 1986. Kapitalisme Versus Sosialisme. Penerbit Remj karya,
Bandung.
Fahrizal A. Halim. 2002. Beragama dalam Kapitalisme. Penerbit Indonesia
Tera, Magelang.
www. Yahoo. Com. 2006 Yohanes Calvin dan Kapitalisme.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar